Pada tahun 1912 dan 1926 lahirlah dua organisasi besar dari
rahim ibu pertiwi,
yaitu Muhammadiyah dan NU. Ibu pertiwi berharap kelak kedua organisasi itu menjadi
dua sayap burung garuda yang terbang tinggi dan menyebarkan Islam yang rahmah, bukan islam
yang marah. Islam yang menegakkan kebenaran, bukan Islam yang mengaku paling
benar. Islam yang toleran, bukan Islam yang mengkafirkan. Islam yang mensikapi
perbedaan dengan bijak, bukan Islam yang menginjak.
Menurut Gus Dur
asal-usul Muhammadiyah berasal dari baground yang sama. Ketika Muhammadiyah
lahir di Yogyakarta, kata KH. Hasyim : "Ahmad Dahlan adalah teman mengaji saya
di tempatnya Mhah Sholeh Ndarat Semarang. Sama-sama memperlajari kitab Hikam”. Oleh
karena itu menurut Gus Dur Muhammadiyah dan NU memiliki bagraound yang
sama, yaitu kitab Hikam karya Ibnu Atha’illah As-Sakandari. Lalu ajaran kitab Hikam
yang mana yang harus dipegang teguh oleh kedua organisasi itu?
Menurut Gus Dur
dalam Hikam diajarkan : “kuburkan lah dirimu dalam bumi kekosongan”. Ungkapan
ini mengajarkan kepada kita agar jangan punya pamrih, bendera boleh beda,
pendapat boleh tidak sama, tapi tidak boleh punya pamrih. Jadi menurut Gus Dur
benih-benih NU itu sudah ada dalam kitab Hikam, yaitu sesuatu yang membudaya. Sesuatu
yang membudaya itu kemudian diinstitusikan oleh para pendiri NU.
Karena memiliki baground
yang sama, maka wajar kedua organisasi itu selalu menjaga keseimbangan antara
budaya (tsaqafah) dan institusi (muasafah).
Bila konsep khilafah
hanya melahirkan segerombolan tukang jagal, mungkin Pancasila lebih menjamin
kerukunan dan mengajarkan kesantunan. Kita bangga memiliki burung garuda yang
sayapnya NU dan Muhammadiyah. Terbang tinggilah Garudaku, tebarkan benih rahmah
di dadamu.(Diulas dari buku Misteri Kata-kata karya KH. Abdurrahman Wahid
oleh FT edu)
No comments:
Post a Comment