Judul di atas mungkin
terkesan janggal karena secara teritorial antara Bahsrah dan Nusantara
tidak ada keterkaitan. Namun salah satu hal yang memberikan
inspirasi terhadap lahirnya gagasan Islam Nusantara adalah tokoh terkemuka
dalam bidang ilmu bahasa yang bernama Imam Khalil bin Ahmad Al-Farahidi (100
H/718), penulis kamus Al-‘Ain, yaitu kamus Arab pertama kali. Para pencinta
ilmu Nahwu tidak asing dengan nama Imam Khalil yang menjadi guru Imam Sibaweh
penulis Al-Kitab.
Menurut Gus Dur
dalam bukunya Misteri Kata-Kata sejak zaman dulu para ulama kita selalu
menggunakan pendekatan budaya, tidak keras dan juga tidak uring-uringan bila
melihat sesuatu yang menyimpang dari ajaran agama. Gus Dur mencontohkan sosok
Imam Khalil bin Ahmad Al-Farahidi. Beliau adalah ulama besar dalam bidang ilmu
bahasa, sekaligus orang yang sangat saleh. Sekalipun demikian beliau adalah
seorang pecinta filsafat Yunani. Hal ini dapat dilihat dari Kamus Al-A’in
yang beliau tulis sepenuhnya memakai kategorisasi filsafat Yunani Kuno. Pada
hal dalam ilmu Yunani kuno, agama tidak mendapatkan tempat. Ilmu Yunani lebih
fokus membahas tentang fisika, ekonomika, politika dan lain-lain.[1]
Untung saja faham Wahabi
saat itu belum lahir. Kalau seandainya Imam Khalil hidup pada masa kini dan
bertemu dengan orang Wahabi, pasti beliau akan dikafirkan, diliberalkan, dan
dibid’ahkan karena telah mempelajari dan menggunakan metode ilmu Yunani dalam
menulis kitab kamus Al-‘Ainnya.
Kemudian yang
menjadi pertanyaan, pantaskah kita memberi setatus kafir, liberal atau bid’ah
kepada Imam Khalil Al-Farahidi yang telah memberikan sumbangan besar terhadap
keilmuan Islam, terutama dalam ilmu bahasa dan sekaligus sangat berjasa dalam menyelamatkan
kemurnian bahasa Arab dari bahasa lain?[2]
Apakah dengan menyerap budaya Yunani, Imam Khalil telah mengubah doktrin ajaran
Islam, bahasa Arab dirubah menjadi bahasa Yunani? Apakah setelah menguasai
kebudayaan Yunani Imam Khalil anti terhadap bahasa Arab? Jika benar demikian,
beliau tidak akan menulis kamus bahasa Arab Al-‘Ain.
Pantaskah kita memberi
vonis sebagai pencipta bid’ah kepada guru Imam Ahmad bin Hambal, yaitu Imam
Asy-Syafi’i yang telah menciptakan kaidah-kaidah dalam pengambilan hukum yang
nyata-nyata tidak pernah ada pada zaman Nabi?
Orang yang menghamba
terhadap “Kata” akan melihat luasnya ajaran Islam dari lobang kunci pintu yang
diciptakan oleh para ulama-ulama mereka. Islam yang ramah, akhirnya dibuat
seperti hantu yang menakutkan. Islam yang ramah dipaksa menjadi Islam
berdarah demi khilafah. Oh...ternyata akhlaq yang telah diajarkan oleh Nabi
tempo dulu itu, kini telah tumbuh subur di bumi pertiwi, yaitu Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang berasaskan Pancasila. (Diulas dari kitab
Syarah Al-Jurmiyah, karya Dr. Hasan bin Muhammad Al-Hifdzi, buku Misteri
Kata-Kata, Islam Kosmopolitan karya KH. Abdurrahman Wahid Oleh FT edu)
[1]. KH. Abdurrahman Wahid, Islam
Kosmopolitan, (The Wahid Istitute, Jakarta), cet. I, th. 2007, hal. 12,
bandingkan: KH. Abdurrahman Wahid, Misteri Kata-Kata, Pensil-324, cet.
I, th. 2010, hal. 112
[2]. Beliau generasi kedua setelah Abul Aswa
Ad-Du’ali dalam mengembangkan proyek penulisan Ilmu Nahwu dan Sharraf, lihat Dr.
Hasan bin Muhammad al-Hifdzi, Hasyiyah Al-Jurmiyah, hal. 17
No comments:
Post a Comment