Analisis Struktural
Untuk membuktikan
kesempitan pemahaman Ustadz Idrus Ramli, kita akan mecoba menganalisis surat Ali Imran ayat 100 tersebut dengan pendekatan linguistik setrultural. Untuk tujuan ini kita
akan mencoba menganalisis beberapa kata kunci yang ada dalam ayat tersebut.
Pertama kata amanu yang terdapat pada kalimat :
ya ayyuhal ladzina amanu. Kata iman di sini menjadi landansan atau pintu
masuk (entry point) bahwa yang disapa oleh al-Quran adalah masyarakat
yang beriman, baik yang beriman kepada Allah dan Nabi Muhammad, atau hanya
beriman kepada Allah saja, tapi tidak beriman kepada kerasulan Nabi Muhammad.
Mengapa demikian? Sekalipun secara redaksional ayat itu ditujukan untuk
masyarakat muslim Madinah, namun secara umum kelompok yang disapa oleh al-Quran
adalah dua komunitas yang ada dalam masyarakat Madinah, pertama, ahlul
kitab, yang saat itu sedang membuat ulah, kedua, masyarakat muslim (suku
Aus dan Khajraj) yang saat itu sedang diadu domba oleh oleh salah seorang dari ahlul
kitab.
Kedua kata tuthi’u. kata ini memiliki hubungan
paradigmatik dengan kata-kata lain yang berada di luar lingkungan ayat tersebut.
Hubungan paradigmatik adalah hubungan antara satu kata dengan kata lain yang
tidak hadir di dalam redaksi ayat tersebut. Kata yang terkait dengan thuti’u
adalah ittiba’, iqtida’ yang artinya juga sama-sama mengikuti. Kemudian
yang menjadi pertanyaan kenapa al-Quran dalam ayat ini memakai kata thuti’u
bukan kata ittiba’ atau iqtida’? Kata thuthi’u yang
artinya menta’ati tidak hanya sekedar ikut tapi sekaligus meyakini dan
membenarkan apa yang dikatakan oleh ahlul kitab pada saat itu, sehingga
kedua orang dari suku khajraj dan Aus menjadi bertengkar.
Ketiga adalah kata fariqan. Kata ini berasal
dari akar kata faraqa – yafruqu – farqon artinya “memisahkan”,
“membedakan” atau “membelah”. Berarti dalam kaitannya dengan ayat di atas,
kehadiran kata fariqan menunjukkan bahwa ahlul kitab dan umat muslim adalah
satu komunitas yang hidup bersama dalam satu daerah, yaitu kota Madinah. Hadirnya
kata fariqan juga menunjukkan bahwa masyarakat Madinah bukan masyarakat
yang tunggal (homogen) melainkan terdiri dari berbagai macam kelompok masyarakat
(heterogen). Oleh sebab itu al-Quran memakai kata fariqan pada ayat di
atas. Kata fariqan yang dimaksud dalam ayat ini adalah ahlul kitab.
Kata ahlul kitab menunjuk pada masyarakat Nasrani dan Yahudi. Dengan
demikian kata ahlul kitab dalam ayat ini memiliki makna yang umum karena
bisa menunjuk pada masyarakat Nasrani dan Yahudi sekaligus. Padahal menurut
asbabun nuzulnya yang dimaksud dari ayat di atas adalah sebagian orang masyarakat
Yahudi, bukan keseluruhannya. Gaya redaksi semacam ini diperbolehkan dalam ilmu
retorika Arab yang biasanya dalam dunia persantren disebut dengan itlaqul kull
iradatul zu’i (mengungkapkan kata yang maknanya keseluruhan tapi maksudnya sebagian).
Dengan demikian kalau ayat ini oleh Ustadz Idrus Ramli dianggap maknanya telah
jelas, maka sangat janggal dan aneh.
Keempat, kata yaruddukum. Kata ini berasal dari
akar kata radda – yaruddu – raddan yang artinya
mengembalikan, memantul, menolak. Kata tersebut kalau kita analisis memakai pendekatan
linguisitik struktural, maka memiliki hubungan paradigmatik dengan kata seperti
raja’a, (mengembalikan) ‘akasa (memantul) dan dafa’a (menolak).
Kemudian yang menjadi pertanyaan kenapa
al-Quran memakai kata radda, bukan kata raja’a yang artinya juga
sama-sama kembali? Jawabannya adalah kata radda memiliki cakupan makna
yang umum bila dibandingkan dengan kata raja’a. Makna “kembali” yang
ditunjukkan oleh kata raja’a masih ada proses, tidak langsung (kembali
kekedaan semula). Hal ini berbeda dengan makna “kembali” yang ditunjukkan oleh kata
radda, bisa kembali (ke keadaan semula) secara langsung maupun melalui proses.
Sehingga dalam kitab Addur Al-Mantsur dijelaskan bahwa jika engkau (suku Khajraj
dan Aus) menghunus pedang dan tawuran, maka engkau langsung kufur secara
otomatis.
Dari ketiga artikel di atas dapat ditarik
kesimpulan:
1. Ustaz Idrus Ramli gagal memahami
maksud dari model analisa yang dipakai oleh Kiai Said. Menganalisa jumlah
kalimat Ya ayyuhalladzina amanu dalam al-Quran kemudian membandingkan kata
amanu dengan kata aslamu yang tidak dipakai oleh al-Quran, bertujuan untuk mencari
makna terjauh yang ditunjukkan oleh al-Quran berkenaan dengan toleransi
beragama.
2. Surat Ali Imran ayat 100 yang
dijadikan sebagai dasar untuk melarang umat Islam berinteraksi dengan kelompok
agama lain adalah sebuah kekeliruan dalam memahami dalil, sebab ayat tersebut
dilatarbelakangi oleh sebab-sebab khusus. (Diulas dari kitab Addur
Al-Mantsur karya Abdurrahman bin Abu Bakar As-Suyuthi oleh FT edu)
No comments:
Post a Comment