Menu

Amazon

Lazada

Saturday 15 August 2015

03. MELURUSKAN USTADZ NU YANG GEMAR MEMURTADKAN


Analisis Struktural
Untuk membuktikan kesempitan pemahaman Ustadz Idrus Ramli, kita akan mecoba menganalisis surat Ali Imran ayat 100 tersebut dengan pendekatan linguistik setrultural. Untuk tujuan ini kita akan mencoba menganalisis beberapa kata kunci yang ada dalam ayat tersebut.

Pertama kata amanu yang terdapat pada kalimat : ya ayyuhal ladzina amanu. Kata iman di sini menjadi landansan atau pintu masuk (entry point) bahwa yang disapa oleh al-Quran adalah masyarakat yang beriman, baik yang beriman kepada Allah dan Nabi Muhammad, atau hanya beriman kepada Allah saja, tapi tidak beriman kepada kerasulan Nabi Muhammad. Mengapa demikian? Sekalipun secara redaksional ayat itu ditujukan untuk masyarakat muslim Madinah, namun secara umum kelompok yang disapa oleh al-Quran adalah dua komunitas yang ada dalam masyarakat Madinah, pertama, ahlul kitab, yang saat itu sedang membuat ulah, kedua, masyarakat muslim (suku Aus dan Khajraj) yang saat itu sedang diadu domba oleh oleh salah seorang dari ahlul kitab.

Kedua kata tuthi’u. kata ini memiliki hubungan paradigmatik dengan kata-kata lain yang berada di luar lingkungan ayat tersebut. Hubungan paradigmatik adalah hubungan antara satu kata dengan kata lain yang tidak hadir di dalam redaksi ayat tersebut. Kata yang terkait dengan thuti’u adalah ittiba’, iqtida’ yang artinya juga sama-sama mengikuti. Kemudian yang menjadi pertanyaan kenapa al-Quran dalam ayat ini memakai kata thuti’u bukan kata ittiba’ atau iqtida’? Kata thuthi’u yang artinya menta’ati tidak hanya sekedar ikut tapi sekaligus meyakini dan membenarkan apa yang dikatakan oleh ahlul kitab pada saat itu, sehingga kedua orang dari suku khajraj dan Aus menjadi bertengkar.

Ketiga adalah kata fariqan. Kata ini berasal dari akar kata faraqayafruqu farqon artinya “memisahkan”, “membedakan” atau “membelah”. Berarti dalam kaitannya dengan ayat di atas, kehadiran kata fariqan menunjukkan bahwa ahlul kitab dan umat muslim adalah satu komunitas yang hidup bersama dalam satu daerah, yaitu kota Madinah. Hadirnya kata fariqan juga menunjukkan bahwa masyarakat Madinah bukan masyarakat yang tunggal (homogen) melainkan terdiri dari berbagai macam kelompok masyarakat (heterogen). Oleh sebab itu al-Quran memakai kata fariqan pada ayat di atas. Kata fariqan yang dimaksud dalam ayat ini adalah ahlul kitab. Kata ahlul kitab menunjuk pada masyarakat Nasrani dan Yahudi. Dengan demikian kata ahlul kitab dalam ayat ini memiliki makna yang umum karena bisa menunjuk pada masyarakat Nasrani dan Yahudi sekaligus. Padahal menurut asbabun nuzulnya yang dimaksud dari ayat di atas adalah sebagian orang masyarakat Yahudi, bukan keseluruhannya. Gaya redaksi semacam ini diperbolehkan dalam ilmu retorika Arab yang biasanya dalam dunia persantren disebut dengan itlaqul kull iradatul zu’i (mengungkapkan kata yang maknanya keseluruhan tapi maksudnya sebagian). Dengan demikian kalau ayat ini oleh Ustadz Idrus Ramli dianggap maknanya telah jelas, maka sangat janggal dan aneh. 

Keempat, kata yaruddukum. Kata ini berasal dari akar kata raddayaruddu raddan yang artinya mengembalikan, memantul, menolak. Kata tersebut kalau kita analisis memakai pendekatan linguisitik struktural, maka memiliki hubungan paradigmatik dengan kata seperti raja’a, (mengembalikan) ‘akasa (memantul) dan dafa’a (menolak).

Kemudian yang menjadi pertanyaan kenapa al-Quran memakai kata radda, bukan kata raja’a yang artinya juga sama-sama kembali? Jawabannya adalah kata radda memiliki cakupan makna yang umum bila dibandingkan dengan kata raja’a. Makna “kembali” yang ditunjukkan oleh kata raja’a masih ada proses, tidak langsung (kembali kekedaan semula). Hal ini berbeda dengan makna “kembali” yang ditunjukkan oleh kata radda, bisa kembali (ke keadaan semula) secara langsung maupun melalui proses. Sehingga dalam kitab Addur Al-Mantsur dijelaskan bahwa jika engkau (suku Khajraj dan Aus) menghunus pedang dan tawuran, maka engkau langsung kufur secara otomatis.

Dari ketiga artikel di atas dapat ditarik kesimpulan:
1. Ustaz Idrus Ramli gagal memahami maksud dari model analisa yang dipakai oleh Kiai Said. Menganalisa jumlah kalimat Ya ayyuhalladzina amanu dalam al-Quran kemudian membandingkan kata amanu dengan kata aslamu yang tidak dipakai oleh al-Quran, bertujuan untuk mencari makna terjauh yang ditunjukkan oleh al-Quran berkenaan dengan toleransi beragama.

2. Surat Ali Imran ayat 100 yang dijadikan sebagai dasar untuk melarang umat Islam berinteraksi dengan kelompok agama lain adalah sebuah kekeliruan dalam memahami dalil, sebab ayat tersebut dilatarbelakangi oleh sebab-sebab khusus. (Diulas dari kitab Addur Al-Mantsur karya Abdurrahman bin Abu Bakar As-Suyuthi oleh FT edu)

No comments:

Post a Comment