Menu

Amazon

Lazada

Thursday 13 August 2015

PANTASKAH USTADZ NU SUKA MEMVONIS MURTAD?


Komisi Bahtsul Masail Diniyah Maudliuiyah pada  Muktamar NU ke-33 di Jombang yang dipimpin oleh KH Afifuddin Muhajir menetapkan beberapa kriteria Aswaja Nahdliyah. Poin ke enam dari ciri khas Aswaja NU adalah:

Menghormati perbedaan pendapat dalam masalah ijtihadiyah, dan tidak mengklaim bahwa hanya pendapatnya yang benar, sedangkan pendapat lain dianggap salah.

Di sisi lain Ustd Idrus Ramli telah memvonis murtad terhadap KH. Said Aqil Siraj setelah dia memperbincangkan tulisan Said Agil Siraj bersama dengan Rais Syuriah PWNU Aceh dan Rais Syuriah PWNU NTB.

“Seperti dalam pemberitaan sebelumnya bahwa Ustadz Muhammad Idrus Ramli memperbincangkan tulisan Said Agil Siraj bersama dengan Rais Syuriah PWNU Aceh dan Rais Syuriah PWNU NTB. Dari kedua ulama sepuh NU tadi Ustadz Idrus mendapatkan kesimpulan vonis murtad terhadap tulisan Said Agil”, demikian NU Garis Lurus meberitakan dalam situsnya.

Kalau kita mengacu terhadap ciri khas Aswaja Nahdliyah di atas, apakah sikap semacam itu mencerminkan ciri khas Aswaja Nahdliyah? Dalam masalah yang bersifat ijtihadyah bolehkah menurut fiqh seorang individu memvonis murtad terhadap orang lain, tanpa melalui proses pengadilan? Etiskah seorang tokoh masyarakat yang mengaku dirinya NU paling yang lurus mengadu domba antara satu kiai dengan kiai lain? Bukankah NU selalu mengedepankan tradisi tabayun (klarifikasi) dalam mengatasi setiap perbedaan pendapat? Kalau Ustadz Idrus Ramli selalu menyerukan agar NU dikembalikan sesuai dengan yang diajarkan KH Hasyim Asy’ari, bukankah KH. Hasyim Asya’ari dalam kitabnya Ziyadatut Ta’liqat memakai bahasa yang sangat halus ketika menanggapi kritik dari Syekh Abdlullah bin Yasin Pasuruan?

Kalau saya amati kritikan Ustadz Idrus Ramli terhadap tulisan KH. Said Siraj tidak nyambung. Apalagi kalau kita pernah sedikit belajar ilmu linguistik umum, maka akan nampak sekali kiritikan itu menyasar kesana kemari, dan akhirnya yang terjadi bertepuk sebelah pinggul. Padahal sebelum kita menghukumi sesuatu harus paham bentul terhadap sesuatu yang akan kita hukumi.


Kita sebagai orang awam akhirnya jadi ragu, jangan-jangan Ustad Idrus Ramli itu seorang penyanyi dangdut lokal yang sedang mencari popularitas dengan mengatasnamakan agama agar dirinya menjadi terkenal. Bila dia merasa memiliki argumen yang kuat langsung saja datang ke PBNU atau ke rumah KH Said, dan minta waktu kepada beliau untuk berdebat tujuh hari tujuh malam. Mungkin itu lebih jantan, daripada jualan murtad dan kafir di pinggir jalan. Dalam pandangan agama tidak etis, orang yang suka gosok sana-gosok sini, karena hanya akan menimbulkan perpecahan di tubuh NU. (Diulas dari NU online.com dan nugarislurus.com oleh FT edu)

No comments:

Post a Comment