Komisi Bahtsul Masail Diniyah Maudliuiyah pada Muktamar NU ke-33 di Jombang yang dipimpin
oleh KH Afifuddin Muhajir menetapkan beberapa kriteria Aswaja Nahdliyah. Poin ke
enam dari ciri khas Aswaja NU adalah:
Menghormati perbedaan pendapat dalam masalah ijtihadiyah, dan
tidak mengklaim bahwa hanya pendapatnya yang benar, sedangkan pendapat lain
dianggap salah.
Di sisi lain Ustd Idrus Ramli telah memvonis murtad terhadap KH. Said
Aqil Siraj setelah dia memperbincangkan tulisan Said Agil Siraj bersama dengan
Rais Syuriah PWNU Aceh dan Rais Syuriah PWNU NTB.
“Seperti dalam pemberitaan sebelumnya
bahwa Ustadz Muhammad Idrus Ramli memperbincangkan tulisan Said Agil Siraj
bersama dengan Rais Syuriah PWNU Aceh dan Rais Syuriah PWNU NTB. Dari kedua
ulama sepuh NU tadi Ustadz Idrus mendapatkan kesimpulan vonis murtad terhadap
tulisan Said Agil”,
demikian NU Garis Lurus meberitakan dalam situsnya.
Kalau kita mengacu terhadap ciri khas
Aswaja Nahdliyah di atas, apakah sikap semacam itu mencerminkan ciri khas Aswaja
Nahdliyah? Dalam masalah yang bersifat ijtihadyah bolehkah menurut fiqh seorang
individu memvonis murtad terhadap orang lain, tanpa melalui proses pengadilan? Etiskah
seorang tokoh masyarakat yang mengaku dirinya NU paling yang lurus mengadu
domba antara satu kiai dengan kiai lain? Bukankah NU selalu mengedepankan tradisi
tabayun (klarifikasi) dalam mengatasi setiap perbedaan pendapat? Kalau Ustadz
Idrus Ramli selalu menyerukan agar NU dikembalikan sesuai dengan yang diajarkan
KH Hasyim Asy’ari, bukankah KH. Hasyim Asya’ari dalam kitabnya Ziyadatut Ta’liqat
memakai bahasa yang sangat halus ketika menanggapi kritik dari Syekh Abdlullah
bin Yasin Pasuruan?
Kalau saya amati kritikan Ustadz Idrus
Ramli terhadap tulisan KH. Said Siraj tidak nyambung. Apalagi kalau kita pernah
sedikit belajar ilmu linguistik umum, maka akan nampak sekali kiritikan itu menyasar
kesana kemari, dan akhirnya yang terjadi bertepuk sebelah pinggul. Padahal sebelum
kita menghukumi sesuatu harus paham bentul terhadap sesuatu yang akan kita
hukumi.
Kita sebagai orang awam akhirnya jadi
ragu, jangan-jangan Ustad Idrus Ramli itu seorang penyanyi dangdut lokal yang
sedang mencari popularitas dengan mengatasnamakan agama agar dirinya menjadi
terkenal. Bila dia merasa memiliki argumen yang kuat langsung saja datang ke
PBNU atau ke rumah KH Said, dan minta waktu kepada beliau untuk berdebat tujuh
hari tujuh malam. Mungkin itu lebih jantan, daripada jualan murtad dan kafir di
pinggir jalan. Dalam pandangan agama tidak etis, orang yang suka gosok
sana-gosok sini, karena hanya akan menimbulkan perpecahan di tubuh NU. (Diulas
dari NU online.com dan nugarislurus.com oleh FT edu)
No comments:
Post a Comment