Sebagaimana diberitakan oleh media masa, untuk kandidat Rois
Am muncul tiga nama, yaitu KH Mustofa Bisri atau Gus Mus (Pjs Rais Aam PBNU), KH A
Hasyim Muzadi, dan KH M Thalhah Hasan. Rencananya untuk
ketua Rois Amm akan dipilih dengan sistem AHWA (ahlul halli wal aqdi), bukan voting sebagaimana yang
telah dilakukan pada muktamar sebelumnya. Pemilihan dengan sistem AHWA ini
didukung oleh 22 kiai seluruh Jawa Timur. Alasannya adalah untuk meminimalisir terjadinya
money politic. Sebagian ulama tidak sepakat dengan sistem AHWA karena
mudah diorganisir oleh kelompok tertentu untuk memenangkan salah satu calon. Kemudian
apa itu sistem AHWA?
Secara
bahasa kata halli artinya mengurai (analysis), dan “aqdi” artinya mengikat. Dalam kamus al-Ma’ani dijelaskan AHWA (Ahlul halli wal Aqdi) adalah pemuka masyarakat yang berwewenang menangani
persoalan.[1] Dengan demikian AHWA (ahlul halli wal aqdi) dapat diartikan sebagai pemuka masyarakat yang
memiliki wewenang untuk mengurai (analysis) dan menyimpulkan, serta mengambil
keputusan pada sebuah persoalan.
Dalam Al-Ahkmus As-Sulthaniyah karya
Imam Al-Mawardi kepemimpinan bisa absah karena dua hal : pertama, karena dipilih
oleh AHWA (Ahlul halli wal Aqdi), kedua, karena pelimpahan kekuasaan
dari pemimpin sebelumnya, seperti kasus penunjukkan sahabat Abu Bakar kepada
sahabat Umar, penunjukan sahabat Umar kepada Ahlu Syura (tim formatur)
yang berjumlah enam orang. Berapa jumlah anggota Ahlul halli wal Aqdi,
yang harus dipenuhi? Kata Imam Al-Mawardi dalam hal ini para ulama berbeda
pendapat.
Pendapat pertama AHWA (Ahlul halli
wal Aqdi) harus mencakup seluruh pemuka masyarakat di negara setempat. Namun
menurut Al-Mawardi pendapat ini terbantahkan dengan kasus pengangkatan sahabat Abu
Bakar sebagai khalifah (pemimpin) yang waktu itu hanya melibatkan beberapa tokoh
sahabat, dan sahabat Ali tidak dilibatkan.
Pendapat kedua mengatakan anggota AHWA
(Ahlul halli wal Aqdi) cukup hanya lima orang. Pendapat ini didasarkan pada
kasus sahabat Abu Bakar saat dinobatkan sebagai khalifah oleh lima orang
sahabat, yaitu sahabat Umar bin Khattab, Abu Ubaidah bin Jarrah, Usaid bin
Hudair, Basyar bin Sa’id, dan Salim Maula Abi Hudzaifah. Selain itu pendapat
ini juga didasarkan pada keputusan sahabat Umar yang menujuk enam orang agar
salah satu dari enam orang tersebut diangkat menjadi khalifah sebagai pengganti
beliau setelah mendapat persetujuan lima orang yang tersisa.
Pendapat ketiga mengatakan cukup hanya
satu orang saja. Pendapat ini di dasarkan pada mekanisme pengangakatan sahabat
Ali oleh sahabat Abbas dan tidak ada satu masyarakat pun yang menentang
keputusan tersebut.[2]
Untuk biografi singkat para kandidat calon ketua Rois Amm Surya PBNU adalah
sebagai berikut:
KH. Mustofa Bisri
Beliau lebih sering dipanggil dengan
Gus Mus, lahir di Rembang, Jawa Tengah, 10 Agustus 1944, adalah pengasuh Pondok
Pesantren Raudlatuh Tholibin, Leteh, Rembang dan menjadi Rais Syuriah PBNU. Beliau
adalah salah seorang pendeklarasi Partai Kebangkitan Bangsa dan sekaligus
perancang logo PKB yang digunakan hingga kini.
Beliau juga seorang penyair dan
penulis kolom yang sangat dikenal di kalangan sastrawan. Di samping budayawan, beliau
juga dikenal sebagai penyair. Banyak karya-karyanya yang telah diterbitkan.
KH. Ahmad Hasyim Muzadi
Beliau lahir di Bangilan, Tuban, 8 Agustus 1944 adalah
seorang tokoh Islam Indonesia dan mantan ketua umum Nahdlatul Ulama yang
menjabat sebagai anggota Dewan Pertimbangan Presiden sejak 19 Januari 2015. Beliau
juga pernah menjadi pengasuh Pondok Pesantren Al-Hikam di Malang, Jawa Timur,
sebelumnya beliau sempat mengeyam pendidikan di Pondok Pesantren Modern
Darussalam gontor (1956 - 1962).
Kiprah organisasinya mulai dikenal ketika pada tahun 1992
ia terpilih menjadi Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Jawa Timur yang
terbukti mampu menjadi batu loncatan bagi Hasyim untuk menjadi Ketua PBNU pada
tahun 1999. Tercatat, suami dari Hj. Muthomimah ini pernah menjadi anggota DPRD
Tingkat I Jawa Timur pada tahun 1986, yang ketika itu masih bernaung di bawah
Partai Persatuan Pembangunan.
K.H. Muhammad Tholchah Hasan
Beliau lahir di Tuban, Jawa Timur, 10
Oktober 1938 dan dikenal sebagai tokoh multitalenta. Beliau pernah menjabat sebagai
Badan Pemerintah Harian (BPH) Kabupaten Malang (1967-1973) dan terakhir ia
menjabat sebagai Menteri Agama Republik Indonesia (1999-2001).
No comments:
Post a Comment