Menu

Amazon

Lazada

Saturday 1 August 2015

SISTEM AHWA (AHLUL HALLI WAL AQDI) DAN BIOGRAFI SINGKAT KANDIDAT ROIS AMM


Sebagaimana diberitakan oleh media masa, untuk kandidat Rois Am muncul tiga nama, yaitu KH Mustofa Bisri atau Gus Mus (Pjs Rais Aam PBNU), KH A Hasyim Muzadi, dan KH M Thalhah Hasan. Rencananya untuk ketua Rois Amm akan dipilih dengan sistem AHWA (ahlul halli wal aqdi), bukan voting sebagaimana yang telah dilakukan pada muktamar sebelumnya. Pemilihan dengan sistem AHWA ini didukung oleh 22 kiai seluruh Jawa Timur. Alasannya adalah untuk meminimalisir terjadinya money politic. Sebagian ulama tidak sepakat dengan sistem AHWA karena mudah diorganisir oleh kelompok tertentu untuk memenangkan salah satu calon. Kemudian apa itu sistem AHWA?

Secara bahasa kata halli artinya mengurai (analysis), dan aqdi artinya mengikat. Dalam kamus al-Ma’ani dijelaskan AHWA (Ahlul halli wal Aqdi) adalah pemuka masyarakat yang berwewenang menangani persoalan.[1] Dengan demikian AHWA (ahlul halli wal aqdi) dapat diartikan sebagai pemuka masyarakat yang memiliki wewenang untuk mengurai (analysis) dan menyimpulkan, serta mengambil keputusan pada sebuah persoalan.

Dalam Al-Ahkmus As-Sulthaniyah karya Imam Al-Mawardi kepemimpinan bisa absah karena dua hal : pertama, karena dipilih oleh AHWA (Ahlul halli wal Aqdi), kedua, karena pelimpahan kekuasaan dari pemimpin sebelumnya, seperti kasus penunjukkan sahabat Abu Bakar kepada sahabat Umar, penunjukan sahabat Umar kepada Ahlu Syura (tim formatur) yang berjumlah enam orang. Berapa jumlah anggota Ahlul halli wal Aqdi, yang harus dipenuhi? Kata Imam Al-Mawardi dalam hal ini para ulama berbeda pendapat.
Pendapat pertama AHWA (Ahlul halli wal Aqdi) harus mencakup seluruh pemuka masyarakat di negara setempat. Namun menurut Al-Mawardi pendapat ini terbantahkan dengan kasus pengangkatan sahabat Abu Bakar sebagai khalifah (pemimpin) yang waktu itu hanya melibatkan beberapa tokoh sahabat, dan sahabat Ali tidak dilibatkan.

Pendapat kedua mengatakan anggota AHWA (Ahlul halli wal Aqdi) cukup hanya lima orang. Pendapat ini didasarkan pada kasus sahabat Abu Bakar saat dinobatkan sebagai khalifah oleh lima orang sahabat, yaitu sahabat Umar bin Khattab, Abu Ubaidah bin Jarrah, Usaid bin Hudair, Basyar bin Sa’id, dan Salim Maula Abi Hudzaifah. Selain itu pendapat ini juga didasarkan pada keputusan sahabat Umar yang menujuk enam orang agar salah satu dari enam orang tersebut diangkat menjadi khalifah sebagai pengganti beliau setelah mendapat persetujuan lima orang yang tersisa.

Pendapat ketiga mengatakan cukup hanya satu orang saja. Pendapat ini di dasarkan pada mekanisme pengangakatan sahabat Ali oleh sahabat Abbas dan tidak ada satu masyarakat pun yang menentang keputusan tersebut.[2] Untuk biografi singkat para kandidat calon ketua Rois Amm Surya PBNU adalah sebagai berikut:


KH. Mustofa Bisri
Beliau lebih sering dipanggil dengan Gus Mus, lahir di Rembang, Jawa Tengah, 10 Agustus 1944, adalah pengasuh Pondok Pesantren Raudlatuh Tholibin, Leteh, Rembang dan menjadi Rais Syuriah PBNU. Beliau adalah salah seorang pendeklarasi Partai Kebangkitan Bangsa dan sekaligus perancang logo PKB yang digunakan hingga kini.

Beliau juga seorang penyair dan penulis kolom yang sangat dikenal di kalangan sastrawan. Di samping budayawan, beliau juga dikenal sebagai penyair. Banyak karya-karyanya yang telah diterbitkan.


KH. Ahmad Hasyim Muzadi
Beliau lahir di Bangilan, Tuban, 8 Agustus 1944 adalah seorang tokoh Islam Indonesia dan mantan ketua umum Nahdlatul Ulama yang menjabat sebagai anggota Dewan Pertimbangan Presiden sejak 19 Januari 2015. Beliau juga pernah menjadi pengasuh Pondok Pesantren Al-Hikam di Malang, Jawa Timur, sebelumnya beliau sempat mengeyam pendidikan di Pondok Pesantren Modern Darussalam gontor (1956 - 1962).

Kiprah organisasinya mulai dikenal ketika pada tahun 1992 ia terpilih menjadi Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Jawa Timur yang terbukti mampu menjadi batu loncatan bagi Hasyim untuk menjadi Ketua PBNU pada tahun 1999. Tercatat, suami dari Hj. Muthomimah ini pernah menjadi anggota DPRD Tingkat I Jawa Timur pada tahun 1986, yang ketika itu masih bernaung di bawah Partai Persatuan Pembangunan.

K.H. Muhammad Tholchah Hasan
Beliau lahir di Tuban, Jawa Timur, 10 Oktober 1938 dan dikenal sebagai tokoh multitalenta. Beliau pernah menjabat sebagai Badan Pemerintah Harian (BPH) Kabupaten Malang (1967-1973) dan terakhir ia menjabat sebagai Menteri Agama Republik Indonesia (1999-2001).

Dalam bidang pendidikan, ia pernah menjabat sebagai Rektor Universitas Islam Malang (1989-1998). Beliau juga telah dikukuhkan sebagai Guru Besar dalam bidang Ilmu Pendidikan Islam atas SK Mendiknas (2006). (Diulas dari berbagai sumber, kitab Al-Ahkam As-Sulthaniyah, liputan 6.com, wiki.org, bwi.co.id oleh FT edu)



[1]. Kamus online al-maani.com
[2]. Abil Hasan Ali bin Muhammad Habib Al-Maradi, Al-Ahkam As-Sulthaniyah, (Maktabah Daru Ibni Qutaibah, Kuwait) cet: I, hal. 60-61 

No comments:

Post a Comment