Menu

Amazon

Lazada

Saturday 15 August 2015

01. MELURUSKAN USTADZ NU YANG GEMAR MEMURTADKAN (01)


Kata murtad dan kafir sepertinya sangat ringan sekali keluar dari mulut ustadz kita yang satu ini. Dalam tanggapannya terhadap tulisan Kiai Said, Ustadz Idrus Ramli menuduh Kiai Said telah mengajak warga NU untuk menjadi liberal dan murtad bersama. Saya tidak tahu apakah dia termasuk Ustadz yang salah asuh atau salah pergaulan sehingga mudah sekali mengucapkan kata-kata semacam itu.

Tulisan Ustad Idrus Ramli yang mengkritisi buku Kia Said dibuat dengan model dialog, menurutnya agar mudah dipahami. Pertama-pertama dia menanggapi kutipan berikut ini:  

SAS: Dalam Al-Quran, Allah kerap mengulang seruan “Ya ayuhalladzina amanu…”, Wahai orang-orang yang beriman, sebanyak tujuh puluh kali. Sementara seruan “Ya ayyuhalladzina aslamu…”, Wahai orang-orang Islam, tidak satu pun ditemukan dalam kitab suci umat Islam itu. Selain itu, di antara nama-nama dan asma-asma Allah yang berjumlah 99 itu salah satunya adalah “Al-Mu’min”. Dan tidak ada “Al-Muslim”, yang ada justru adalah “As-Salam”,

Kemudian bagaimana Idrus Ramli memahami model analisa Kiai Said di atas? Dia mengatakan:

IDRUS: Pernyataan SAS di atas sulit dinalar secara ilmiah. SAS hanya mengambil penggalan ayat, dan meninggalkan penggalan berikutnya. Lalu membuat kesimpulan yang luar biasa besar. Kejanggalan-kejanggalan dalam pernyataan di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:


Pertama, asumsi SAS bahwa “Ya ayuhalladzina amanu…”, Wahai orang-orang yang beriman, sebanyak tujuh puluh kali, ada kaitannya dengan interaksi antar umat beragama, terutama antara umat Islam dan kaum Nasrani dalam mengelola kerukunan dan perbedaan di Indonesia, jelas salah dan tidak benar.

Menurut saya model analisa yang dipakai oleh Kia Said itu lumrah dilakukan oleh seseorang yang ingin menemukan makna terjauh yang ditunjukkan oleh al-Quran. Dalam salah satu pidatonya, KH Maimun Zuber juga pernah melakukan hal yang sama, yaitu mempertanyakan satu kata yang tidak disebutkan oleh Al-Quran, dan justru kata lain yang sering disebut oleh Al-Quran.

Model analisa di atas sebenarnya mengandaikan ketika al-Quran tidak menampilkan kata tertentu dalam dirinya pasti memiliki maksud-maksud yang tersembunyi. Kita juga bisa membuat pertanyaan dengan metode analisis di atas, seperti mengapa al-Quran sama sekali tidak menyebutkan kata “pepaya” dan hewan “dinosaurus”, justru yang disinggung adalah kata “kurma” dan “onta”. Pertanyaan semacam ini dapat dijawab karena saat itu “pepaya” dan “dinosaurus” mungkin tidak dikenal oleh orang Arab sehingga al-Quran tidak menyinggungnya sama sekali.

Nah, model pembacaan semacam itulah yang diajukan oleh KH Said, tujuannya ingin menangkap makna terjauh dari al-Quran dengan menganalisis kalimat “Ya ayuhalladzina amanu”. Bila anda bertanya: “mengapa analisanya hanya terhenti pada kalimat Ya ayuhalladzina amanu, tidak dilanjutkan dengan kalimat sesudahnya? Jawabannya karena kalimat itu yang menjadi fokus pembahasan. Bila kalimat Ya ayuhalladzina amanu dikaitkan dengan kalimat sesudahnya, maka analisa Kiai Said menjadi tidak fokus, dan sekaligus akan bertentangan dengan prinsip-prinsip yang ada dalam Metodologi Penelitian. Intinya Kiai Said ingin bertanya, kenapa al-Quran memakai kalimat Ya ayuhalladzina amanu, bukan kalimat Ya ayuhalladzina aslamu.  


Kalau ditanya apakah kalimat “Ya ayyuhalladzina amanu” memiliki hubungan dengan konsep toleransi beragama? Jawabannya, memang kalimat Ya ayyuhalladzina amanu tidak memiliki hubungan secara langsung dengan konsep toleransi beragama. Hubungan antar umat beragama tidak cukup hanya dijelaskan dengan menganalisa kalimat Ya ayyuhalladzina amanu, dan itu sudah disadari oleh Kiai Said. Maslah hubungan antar umat beragama seringkali dijelaskan oleh Kiai Said dengan poin-poin yang ada dalam Piagam Madinah. Kalau Ustadz Idrus Ramli mempersoalkan keterkaitan kalimat Ya ayyuhalladzina amanu dengan kosep toeransi beragama secara langsung (sharikh), berarti dia gagal dalam menangkap maksud dari model analisa Kiai Said di atas. Sekali lagi, saya tegaskan model pemahaman Kiai Said di atas hanya ingin menangkap makna terjauh yang ditunjukkan oleh al-Quran melalui kalimat Ya ayyuhalladzina amanu.

Lebih anehnya lagi Ustadz Idrus Ramli mengajukan sejumlah ayat yang menurutnya maknanya sudah tegas dalam menjelaskan hubungan antar umat beragama, surat Ali Imran: 100, 118, 149. Berdasarkan ayat tersebut dia mengatakan:

Ayat-ayat di atas dengan tegas menjelaskan tentang tata cara hubungan seorang Muslim dengan orang-orang kafir (Kristen, Yahudi dan lain-lain), dengan tidak mentaati kemauan mereka, dan tidak menjadikan mereka sebagai teman kepercayaan, karena akan mengakibatkan pihak Muslim menjadi orang-orang kafir dan merugi. Hal ini jelas bertentangan dengan kesimpulan SAS dalam bukunya, yang selalu berbicara Islam isklusif, toleran dan terbuka.

Benarkah ayat yang dijadikan dasar hubungan antar umat beragama oleh Ustadz Idrus Ramli maknanya jelas dan tegas, akan kita bahasa pada artikel berikutnya. (Diulas dari NU Garis Lurus.com oleh FT edu)

2 comments:

  1. Idrus Ramli adalah wajah NU Sesungguhnya.
    Semoga dia selalu Istiqamah

    ReplyDelete
  2. wah...ini apa masalah pertamanya sih?
    Kok kayaknya langsung main salahkan orang gitu

    ReplyDelete