Kata murtad dan kafir sepertinya
sangat ringan sekali keluar dari mulut ustadz kita yang satu ini. Dalam
tanggapannya terhadap tulisan Kiai Said, Ustadz Idrus Ramli menuduh Kiai Said telah
mengajak warga NU untuk menjadi liberal dan murtad bersama. Saya tidak tahu
apakah dia termasuk Ustadz yang salah asuh atau salah pergaulan sehingga mudah sekali
mengucapkan kata-kata semacam itu.
Tulisan Ustad Idrus
Ramli yang mengkritisi buku Kia Said dibuat dengan model dialog, menurutnya agar
mudah dipahami. Pertama-pertama dia menanggapi kutipan berikut ini:
SAS: Dalam Al-Quran, Allah kerap mengulang seruan “Ya
ayuhalladzina amanu…”, Wahai orang-orang yang beriman, sebanyak tujuh puluh
kali. Sementara seruan “Ya ayyuhalladzina aslamu…”, Wahai orang-orang Islam,
tidak satu pun ditemukan dalam kitab suci umat Islam itu. Selain itu, di antara
nama-nama dan asma-asma Allah yang berjumlah 99 itu salah satunya adalah
“Al-Mu’min”. Dan tidak ada “Al-Muslim”, yang ada justru adalah “As-Salam”,
Kemudian bagaimana Idrus
Ramli memahami model analisa Kiai Said di atas? Dia mengatakan:
IDRUS: Pernyataan SAS di atas sulit dinalar secara
ilmiah. SAS hanya mengambil penggalan ayat, dan meninggalkan penggalan
berikutnya. Lalu membuat kesimpulan yang luar biasa besar.
Kejanggalan-kejanggalan dalam pernyataan di atas dapat dijelaskan sebagai
berikut:
Pertama, asumsi SAS bahwa “Ya ayuhalladzina amanu…”, Wahai orang-orang yang beriman, sebanyak tujuh puluh kali, ada kaitannya dengan interaksi antar umat beragama, terutama antara umat Islam dan kaum Nasrani dalam mengelola kerukunan dan perbedaan di Indonesia, jelas salah dan tidak benar.
Menurut saya model analisa
yang dipakai oleh Kia Said itu lumrah dilakukan oleh seseorang yang ingin
menemukan makna terjauh yang ditunjukkan oleh al-Quran. Dalam salah satu
pidatonya, KH Maimun Zuber juga pernah melakukan hal yang sama, yaitu
mempertanyakan satu kata yang tidak disebutkan oleh Al-Quran, dan justru kata
lain yang sering disebut oleh Al-Quran.
Model analisa di atas sebenarnya
mengandaikan ketika al-Quran tidak menampilkan kata tertentu dalam dirinya
pasti memiliki maksud-maksud yang tersembunyi. Kita juga bisa membuat
pertanyaan dengan metode analisis di atas, seperti mengapa al-Quran sama sekali
tidak menyebutkan kata “pepaya” dan hewan “dinosaurus”, justru yang disinggung
adalah kata “kurma” dan “onta”. Pertanyaan semacam ini dapat dijawab karena saat
itu “pepaya” dan “dinosaurus” mungkin tidak dikenal oleh orang Arab sehingga
al-Quran tidak menyinggungnya sama sekali.
Nah, model pembacaan semacam
itulah yang diajukan oleh KH Said, tujuannya ingin menangkap makna terjauh dari
al-Quran dengan menganalisis kalimat “Ya ayuhalladzina amanu”. Bila anda
bertanya: “mengapa analisanya hanya terhenti pada kalimat Ya ayuhalladzina
amanu, tidak dilanjutkan dengan kalimat sesudahnya? Jawabannya karena kalimat
itu yang menjadi fokus pembahasan. Bila kalimat Ya ayuhalladzina amanu dikaitkan
dengan kalimat sesudahnya, maka analisa Kiai Said menjadi tidak fokus, dan sekaligus
akan bertentangan dengan prinsip-prinsip yang ada dalam Metodologi Penelitian. Intinya
Kiai Said ingin bertanya, kenapa al-Quran memakai kalimat Ya ayuhalladzina
amanu, bukan kalimat Ya ayuhalladzina aslamu.
Kalau ditanya apakah
kalimat “Ya ayyuhalladzina amanu” memiliki hubungan dengan konsep
toleransi beragama? Jawabannya, memang kalimat Ya ayyuhalladzina amanu tidak
memiliki hubungan secara langsung dengan konsep toleransi beragama. Hubungan
antar umat beragama tidak cukup hanya dijelaskan dengan menganalisa kalimat Ya
ayyuhalladzina amanu, dan itu sudah disadari oleh Kiai Said. Maslah hubungan
antar umat beragama seringkali dijelaskan oleh Kiai Said dengan poin-poin yang
ada dalam Piagam Madinah. Kalau Ustadz Idrus Ramli mempersoalkan keterkaitan kalimat
Ya ayyuhalladzina amanu dengan kosep toeransi beragama secara langsung (sharikh),
berarti dia gagal dalam menangkap maksud dari model analisa Kiai Said di atas. Sekali
lagi, saya tegaskan model pemahaman Kiai Said di atas hanya ingin menangkap
makna terjauh yang ditunjukkan oleh al-Quran melalui kalimat Ya
ayyuhalladzina amanu.
Lebih anehnya lagi Ustadz
Idrus Ramli mengajukan sejumlah ayat yang menurutnya maknanya sudah tegas dalam
menjelaskan hubungan antar umat beragama, surat Ali Imran: 100, 118, 149. Berdasarkan
ayat tersebut dia mengatakan:
Ayat-ayat di atas dengan tegas menjelaskan tentang tata
cara hubungan seorang Muslim dengan orang-orang kafir (Kristen, Yahudi dan
lain-lain), dengan tidak mentaati kemauan mereka, dan tidak menjadikan mereka
sebagai teman kepercayaan, karena akan mengakibatkan pihak Muslim menjadi
orang-orang kafir dan merugi. Hal ini jelas bertentangan dengan
kesimpulan SAS dalam bukunya, yang selalu berbicara Islam isklusif, toleran dan
terbuka.
Idrus Ramli adalah wajah NU Sesungguhnya.
ReplyDeleteSemoga dia selalu Istiqamah
wah...ini apa masalah pertamanya sih?
ReplyDeleteKok kayaknya langsung main salahkan orang gitu