A. Agama Islam
Islam sebagai agama dapat
diumpamakan seperti rumah, yang terdiri pondasi (iman), dinding (islam), dan
atap (ihsan). Pondasi Islam terdiri dari enam pokok ajaran yang biasanya
disebut dengan rukun iman. Dinding Islam terdiri dari lima pokok ajaran yang
biasanya disebut dengan rukun Islam. Atap Islam terdiri dari lima pokok ajaran tasawuf yang dapat kita
sebut dengan rukun Ihsan.
1. Pondasi Islam (Rukun Iman)
a. Iman kepada Allah
Iman kepada Allah
mengharuskan kita mengenal terhadap sifat wajib, sifat jaiz, dan sifat mustahil
bagi Allah. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh KH. Hasyim Asyari
dalam kitabnya Jami’atul Maqashid: “Pertama kali yang harus diketahui
oleh orang mukallaf adalah mengenal terhadap Allah”.
b. Iman kepada malaikat-malaikat Allah
c. Iman kepada kitab-kitab Allah
d. Iman kepada rasul-rasul Allah
e. Iman kepada hari akhir
f. Iman kepada qadla dan qadar
Keenam pondasi
ajaran Islam di atas disebut dengan rukun Iman. Orang yang
menunaikannya secara baik dan benar disebut dengan mukmin. Dalam memahami
ajaran tauhid, NU menurut KH. Hasyim mengikuti rumusan yang dibuat oleh Imam
Asyari dan al-Maturidi. Keputusan untuk mengikuti Imam Asya’ri dan al-Maturidi
oleh kelompok yang menentang NU (Wahabi) juga dianggap bid’ah karena tidak mengikuti
pada al-Quran dan Sunnah.
2. Dinding Islam (Rukun Islam)
a. Membaca Syahadat
b. Menuaikan Salat
c. Membayar Zakat
d. Menuaikan Puasa
e. Menuaikan Haji
Kelima pokok ajaran
ini disebut dengan Rukun Islam. Orang yang
mengerjakannya secara baik dan benar disebut dengan muslim. Kelima pokok ajaran
di atas adalah bagian dari pembahasan
ilmu fiqh. Bagaimana caranya salat, zakat, puasa dan haji, NU mengikuti apa
yang telah dirumuskan oleh empat madzhab, yaitu Imam Abu Hanifah, Imam Malik,
Imam Syafi’i, dan Imam Ahmad bin Hambal. Rumusan yang semacam ini dulu oleh
penentang NU juga dianggap sebagai bid’ah.
3. Atap Islam (Rukun Ishan)
a. Taqwa
b. Mengikuti Sunnah Nabi
c. Tidak tergantung kepada Manusia
d. Ridla
e. Mengembalikan segala sesuatu kepada Allah
Kelima pokok ajaran Ihsan
di atas yang merumuskan adalah KH. Hasyim Asyari dalam kitabnya Jami’atul
Maqashid. Menurut KH. Hasyim wujud konkrit dari mengikuti sunnah Nabi
adalah “melesatarikan sunnah dan dan berakhlaqul karimah”.
Dalam kitabnya Jami’atul Maqashid rukun
Iman dan Islam di atas oleh KH. Hasyim Asya’ari disebut dengan akidah Islamiyah.
Kalau kita menggunakan analogi tubuh, maka akidah islamiyah (rukun Iman dan rukun
Islam) dapat kita umpamakan seperti ruh, sedangkan rukun Ihsan dapat kita
umpamakan seperti tubuh atau jasad.
Islam Nusantara bukan hendak merubah ajaran-ajaran
pokok agama Islam di atas. Rukun iman yang jumlahnya enam, bukan hendak
dikorupsi sehingga hanya tersisa empat. Rukun Islam yang jumlahnya lima, bukan
hendak dikurop dua sehingga tersisa tiga. Islam Nusantara juga tidak ingin merubah
ibadah haji yang seharusnya ke Makkah, kemudian pesawatnya dibelokkan ke taman
hiburan Ancol atau tugu Monas. Ibadah umrah yang seharusnya ke Makkah, bukan hendak
diarahkan ke Pulau Bali atau ke makam Wali. Umrah dalam pandangan Islam
Nusantara ya umrah, ziarah ya ziarah. Keduanya dua hal yang berbeda, namun
boleh dilakukan.
B. Islam Nusantara sebagai Paradigma
Kalau kita melihat bangunan rumah, maka
rumah itu bisa kita lihat dari arah depan, samping, belakang, atas dan bawah. Sudut
pandang ini kalau kita kaitkan dengan sebuah bagunan rumah dapat diumpakan
seperti perabot-perabot yang ada di dalamnya.
Para pendiri NU sejak dulu sudah mengisi
perabot rumah dari ajaran Islam. Seperti, dalam bidang akidah diisi
dengan perabot sudut pandang Imam Asy’ari dan Al-Maturidi. Dalam bidang fiqh di isi
dengan sudut pandang Imam Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hambal,
dalam bidang tasawuf atau Ihasan (etika) diisi dengan perabot sudut pandang
Imam Al-Ghazali dan Junaid Al-Baghdadi.
Islam Nusantara juga tidak ingin membuang
perabot rumah yang telah disumbangkan oleh para pendiri NU, sebagaimana yang
dituduhkan oleh NU Garis Lurus (tapi bengkok dalam berpikir, hehehe….). Justru
Islam Nusantara ingin memperkaya koleksi perabot yang dimiliki oleh NU, dengan
mengambil sudut pandang dari produk budaya Nusantara yang paling unggul, bukan
budaya yang ecek-ecek (kwalitasnya rendah).
Dalam masalah hubungan antara Islam dan
mistik, KH. Wahid hasyim juga pernah memberikan tawaran sudut pandang. Menurut KH.
Wahid Hasyim dalam bukunya "Mengapa Saya Memilih NU", beliau mengatakan ada empat
pokok sudut pandang Islam:
1. Islam tidak mengakui hal-hal yang berada di luar kodrat
manusia.
2. Islam tidak mengakui cara ibadah yang berlebihan, seperti
puasa tujuh hari tujuh malam.
3. Islam menilai seseorang dari dhahirnya. Kalau dzahirnya orang tesebut baik, ya
kita menganggapnya baik. Bila dzhirnya buruk yang kita menilainya buruk.
4. Islam dalam hal hubungan antar individu didasarkan pada
yang nyata (zakelijk). Beliau
mencontohkan bila kita meminta tolong kepada seseorang, kemudian orang tersebut
tidak bisa membantu dengan alasan lagi ada urusan, maka kita tidak boleh
menduga-duga bahwa dia tidak mau menolong karena benci dengan kita. Jadi menurut
beliau kita harus memahami orang tesebut karena lagi ada urusan, tidak boleh
menduga-duga.
Jadi tradisi mengisi
perabot rumah pada ajaran Islam di tubuh NU adalah suatu hal yang biasa sejak
organisasi itu didirikan, jangan diaggap sebagai upaya untuk merubah ajaran Islam
atau membenci budaya tertentu seperti yang dituduhkan oleh Wahabi.
Hal yang sama juga dilakukan oleh KH.
Abdurrahman Wahid. Justru Gus Dur sangat banyak memberikan sumbangan perabot
sudut pandang yang berwarna-warni terhadap NU. Tidak jarang perabot Gus Dur membuat
bingung kaum Nahdliyin, apalagi kelompok Wahabi dan NU Garis Lurus. Karena bingung,
akhirnya mereka menuduh yang macam-macam. Ya, kita semua tahu Wahabi paling suka
barmain di wilayah kata yang maknanya umum, kemudian ditafsirkan sendiri secara
negatif, lalu dituduhkan kepada lawan mereka tanpa konfiormasi terlebih dahulu.
Ini lah yang disebut dengan memproduksi fitnah secara sistematis.
Kalau KH Wahid mengajukan empat sudut
pandang Islam dalam kaitnya dengan Islam dan mistik, Gus Dur mengajukan lima
sudut pandang dalam konteks kehidupan umat Islam di indonesia. Kelima sudut
pandang itu juga tidak ciptakan sendiri, melainkan beliau dasarkan pada pendapat
Imam Al-Ghazali dalam kitab Al-Mushtasfa. Kelima sudut pandang ini oleh Gus Dur
disebut sebagai nilai-nilai universal Islam yang mewujud dalam bentuk lima buah
jaminan dasar. Kelima buah jaminan dasar tersebut adalah sebagai berikut :
a. Keselamatan keyakinan agama masing-masing.
b. Keselamatan
fisik.
c. Keselamatan
keluarga.
d. Keselamatan
harta benda
e. Keselamatan
hak milik dan profesi
Kelima jaminan dasar di atas masih dalam
bentuk konsep yang sangat umum. Perlu dijabarkan dalam bentuk setrategi dan
teknis operasionalnya agar dapat diwujudkan dalam bentuk tindakan nyata demi
tercipatanya keadilan dan kemakmuran. Seluruh pemikiran Gus Dur tidak akan
keluar dari kerangka lima buah jaminan dasar yang dirumuskan oleh al-Ghazali di
atas, dan seluruh perjuangan Gus Dur dimaksudkan untuk meraih dua hal, yaitu
keadilan dan kemakmuran. Sepertinya Gus Dur ingin menerjemahkan perintah agama
untuk beramar ma’ruf nahi mungkar ke dalam makna yang lebih konkrit, yaitu “mewujudkan
keadilan dan kemakmuran”.
Semua varian ide Gus Dur tentang demokrasi,
HAM, kesetaraan gender, pluralitas, harus lah dilihat dari sudut pandang lima buah
jaminan dasar di atas yang oleh Gus Dur diyakini sebagai nilai universal Islam.
Sedangkan seluruh perjuangan yang diupayakan oleh Gus Dur hanya mengerucut pada
hal, yaitu keadilan dan kemakmuran. (Diulas dari Jami’atul Maqashid karya
KH. Hasyim Asy’ari, Mengapa Saya Memilih Nahdlatul Ulama karya KH. Wahid
Hasyim, Islam Kosmopolitaan karya KH. Abdurrahman Wahid oleh FT edu)
No comments:
Post a Comment