Menu

Amazon

Lazada

Friday 7 August 2015

SOLUSI KONFLIK MUKTAMAR NU MENURUT MARTIN VAN BRUINESSEN


Martin van Bruinessen, Pengamat NU dari negeri kincir angin, Utrech University, berpendapat bahwa sosok pemimpin yang karismatik seperti Kiai Mustofa Bisri sangat dibutuhkan untuk menyelesaikan gejolak di tubuh NU pasca Muktamar ke-33 di jombang.

Martin yang mengikuti proses pelaksanaan Muktamar NU dari awal hingga akhir menilai bahwa kekuatan Partai Kebangkitan Bangsa berperan dalam kisruh Muktamar Nahdlatul Ulama (NU) ke-33 di Jombang. Menurutnya sebagai organisasi Islam terbesar di Indonesia, NU menjadi magnet bagi kekuatan luar untuk tarik-menarik. Kekuatan partai politik yang paling menonjol adalah PKB, partai yang dilahirkan oleh NU sendiri. “Saya tidak melihat ada peran partai lain seperti PDIP, Demokrat, Golkar, dan yang lainnya selain PKB,” kata Martin sebagaimana dikutip oleh tempo.co di Jombang, Kamis, 6 Agustus 2015.

Sebuah keniscayaan sebagai partai yang memiliki basis massa kaum nahdliyin, PKB berkepentingan untuk ikut mengarahkan NU. Demikian pula kekuasaan birokrasi seperti Pemerintah Provinsi Jawa Timur yang diwakili Syaifullah Yusuf serta pemerintah pusat. Situasi ini menurut Martin sangat tidak bisa dihindari.

Menurut Martin dalam situasi seperti ini tokoh yang memiliki kharisma sangat dibutuhkan untuk menyatukan umat, dan Gus Mus telah menunjukkan kharisma itu dan telah diterima oleh semua kelompok.

Di sisi lain pengamat Komunikasi Politik dari Universitas Paramadina, Hendri Satrio berpendapat pemilihan Rais Aam yang dilakukan dengan mekanisme Ahwa tidak menyalahi demokrasi. Musyawarah mufakat merupakan bagian dari demokrasi, jadi Rais Aam yang terpilih tidak perlu dipertanyakan lagi.


Menurut Hendri kalaupun ada perbedaan pendapat di dalam Muktamar NU, itu merupakan hal yang wajar. Di dalam demokrasi memang selalu ada perbedaan pendapat namun jangan sampai perbedaan pendapat menimbulkan perpecahan. (Diulas dari tempo.co dan republika.com oleh FT edu)

No comments:

Post a Comment