Menu

Amazon

Lazada

Saturday 1 August 2015

TUGAS PEMIMPIN AGAMA MENURUT GUS DUR


Gus Dur menegaskan bahwa tugas utama agama adalah mengangkat derajat manusia dari kemiskinan dan kehinaan,[1] bukan menghinakan atau memiskinkan manusia. Pemimpin agama tidak hanya dituntut untuk memiliki kesabaran dalam mendidik umat, melainkan yang lebih penting tahan terhadap godaan kekuasaan (dalam istilah al-Ghazali hubbul jah). Pemimpin agama di samping berkewajiban mendidik umat dalam urusan keagamaan, juga berkewajiban mendidik dalam urusan politik. Pendidikan politik kepada umat ini, dapat kita sebut dengan “pendidikan politik keummatan”. Tujuannya jelas, yaitu agar umat tidak dimanfaatkan serta tidak dibuat bingung oleh kepentingan politik tertentu.  

Ada satu kisah yang menarik yang terkait dengan bagaimana seorang pemimpin agama berhadapan dengan politik kekuasaan. Dalam bukunya Kiai Nyentrik Membela Pemerintah, Gus Dur mengisahkan bahwa dirinya dulu pernah diajak oleh Gus Miek untuk mendukung salah satu capres tertentu, namun dirinya menolak. Hal ini sempat membuat hubungan antara dirinya dengan Gus Miek sedikit tidak harmonis.

Gus Dur sejak dulu selalu bersikap konsisten agar agama tidak dimanipulasikan dengan negara dalam bentuk apapun. Beliau sangat mengecam terhadap tokoh-tokoh agama yang menggiring masanya untuk mendukung salah satu partai politik atau tokoh tertentu hanya untuk mengejar materi atau duniawi.[2] Tugas pemimpin agama menurut Gus Dur : “Menjaga keutuhan bangsa dan negara serta berupaya agar kebenaran dapat ditegakkan. Kebenaran hanya akan terjelma melalui kedaulatan rakyat yang sesungguhnya, seperti kedaulatan hukum, kebebasan, dan persamaan perlakuan di muka undang-undang”.

Bila tugas di atas dijalankan dengan benar, maka keadilan dan kemakmuran akan tercapai serta harkat dan martabat manusia akan terangkat karena terlepas dari jeratan kemiskinan dan kehinaan. Siapapun nanti yang terpilih sebagai Ketua Umum PBNU, beliau lah tokoh yang terbaik, harus kita dukung dan selalu kita awasi demi kebaikan NU dimasa mendatang. (Diulas dari buku Tuhan tidak Perlu Dibela oleh FT edu)




[1]. KH. Abdurrahman Wahid, Tuhan tidak Perlu Dibela (Moralitas Keutuhan dan Keterlibatan), (LKiS, Yogyakarta), cet. I, th. 2011, hal. 86
[2]. Ibid

No comments:

Post a Comment