Sering kali Gus Dur dituduh tidak peduli
dengan nasib bangsa Palestina dan umat Islam secara keseluruhan, dan lebih
dekat dengan Israel dan kelompok non-muslim. Kalau tuduhan itu seandainya diutarakan
kepada Gus Dur, dia mungkin akan bilang: “Orang Islam yang masih marah kalau difitnah
dan dicaci menunjukkan orang Islam yang masih amatiran”.
Gus Dur punya cara tersendiri untuk
memperjuangkan umat Islam. Dia mencoba mencari akar persoalan mengapa orang Barat
itu bersikap tidak adil terhadap kaum muslimin. Di forum-forum internasional
baik dalam bentuk seminar atau dialog lintas agama, Gus Dur selalu
memperjuangkan keadilan. Jika keadilan ditegakkan, maka otomatis martabat umat
Islam akan terangkat.
Di sini perlu diajukan sebuah contoh saat
dirinya diundang oleh koran terbesar di dunia, dengan oplah 12 juta perhari,
yaitu koran Yomiuri Shimbun yang terbit di Tokyo dalam bahasa Jepang,
Gus Dur mencoba mematahkan satu teori yang dicetuskan oleh Samuel Huntington
tentang Clasch of Civilization. Teori ini lah yang selama ini dipakai
oleh orang Barat untuk memotret masyarakat muslim.
Saat itu Gus Dur bilang ke Huntington: “Pak
Profesor, saya terpaksa tidak menerima teori Anda tentang Clash of
Civilization karena dua alasan:
Pertama, Bara terlalu menggeneralisir dan
memiliki penilaian ganda (double morality) terhadap umat Islam. Ratusan
ribu kaum muslimin di dunia setiap tahunnya belajar di Barat. Walaupun mereka
kelihatannya cuma belajar tekhnologi, administrasi, kedokteran, dan lain-lain,
tidak mustahil sedikit banyak mereka juga menyerap budaya Barat. Namun jangan
dianggap mereka akan menjadi Barat seratus persen. Gus Dur mencontohkan dirinya
yang suka pakai celana, kemeja, dasi, sepatu, dan pergi ke gedung bioskop. Semua
itu adalah budaya Barat. Tapi di rumah, kata Gus Dur, saya seperti dulu (orang
persantren). Saya tidak pernah makan babi, tidak pernah minum-minuman keras, apalagi
berjudi. Dengan demikian berarti saya bukan Barat seratus persen. Tapi bila
anda menganggap saya sebagai musuh Barat lantaran tidak menjadi Barat seratus
persen, itu lucu. Memang saya mengikuti modernisasi, tapi terus terang saja saya
menolak westernisasi, tegas Gus Dur pada Samuel Huntington.
Kemaren saya naik pesawat orang Barat. Hutan
kalau dilihat dari atas pesawat, antara pohon jati, akasia, dan meranti, semua
kelihatannya sama, yaitu hijau. Padahal pohon yang terdapat dalam hutan itu berbeda-beda,
ada yang pendek ada yang panjang. Anda terlalu banyak melihat perbedaan
pohon-pohon itu, dan tidak mau melihat hutannya. Anda melihat cara hidup mereka
secara keseluruhan, tidak memilah-milahnya. Nah, itulah yang anda lihat sebagai
perbedaaan antara Islam dan yang lain-lain. Sudut pandang semacam ini adalah
sebuah kekeliruan. Anda ternyata memakai ukuran ganda (double morality).
Sikap yang semacam ini “tidak boleh Pak Professor dalam ilmu pengetahuan”.
Kedua, Barat tidak adil dalam memandang Islam. Gus
Dur mencontohkan ada group orang Yahudi Ortodoks yang sangat kuno. Setiap hari
melempari mobil yang lewat di Yerusalem dengan batu. Menurut keyakinan mereka, pada
hari sabtu atau sabath seseorang tidak boleh bekerja. Mereka beranggapan
menyetir mobil adalah bekerja. Saya sendiri juga bertanya-tanya dalam hati yang
namanya melempar itu kan juga termasuk bekerja. Mereka ini memang aneh sekali,
kata Gus Dur. Namun bila Anda melihat fenomena itu pasti akan berkomentar: “Mereka
tetap anak-anak kita juga, anak-anak peradaban Barat”. Namun sebaliknya, ketika
ada sekelompok anak-anak muslim yang melakukan hal-hal yang tingkatannya lebih
rendah dari itu, komentar aneh yang Anda keluarkan: “Mereka fundamentalis,
ekstremis, militan, Islamis, dan lain sebagianya seolah-oleh mereka adalah musuh
Anda, bukan anak kita”. Padahal mereka sebenarnya hanya tidak mau seperti Anda.
Dan orang Islam berbeda-beda jangan dianggap sama. Cara pandang yang anda pakai
inilah yang meneyebabkan “tesis Anda lemah”, tegas Gus Dur ke Samuel Huntington.
Mendengar argumentasi Gus Dur di atas
semua hadirin diam dan tidak ada komentar. Huntington sendiri tidak bisa
menjawab, hanya bicara ngalor ngidul. Sampai pada saat istirahat makan
siang sang moderator Jhon Howard, mantan perdana menteri Australia yang
beragama Kristen mengatakan kepada Gus Dur: “Kalau dalam bahasa tinju, Profesor
Huntington sudah di-KO oleh pukulan-pukulan lawan”.
Apa yang bisa kita petik dari cerita di
atas, pertama, kalau ingin mematahkan pendapat lawan ajak lah mereka
dialog. Jangan main petak umpet sambil teriak-teriak haram-kafir di jalan-jalan.
Gunakan argumentasi yang logis, ilmiyah, dan berdasarkan fakta jangan isu
murahan.
Kedua, objektifitas ilmu pengetahuan harus dijunjung
tinggi. Kesalahan dalam berargumentasi suatu hal yang biasa.
Ketiga, tidak benar Gus Dur tidak membela kepentingan
umat Islam, dan Gus Dur punya cara sendiri untuk melakukan hal itu. (Diulas
dari buku Misteri Kata-kata karya KH. Abdurrahman Wahid oleh FT edu)
No comments:
Post a Comment