Menu

Amazon

Lazada

Monday 27 July 2015

MEMAKNAI ISLAM NUSANTARA DARI SUDUT PANDANG FIQH


Islam itu laksana air yang diturunkan oleh Allah dari langit kepada Nabi kita Muhammad SAW yang fungsinya untuk membersikan kotoran yang ada pada diri manusia. Dalam bahasa agamanya: “Saya (Muhammad) diutus untuk menyempurnakan akhlaq yang mulia”.Turunnya air dari langit ini sempat diliput langsung oleh al-Quran dalam surat al-Furqan ayat 48:

وَهُوَ الَّذِي أَرْسَلَ الرِّياحَ بُشْراً بَيْنَ يَدَيْ رَحْمَتِهِ وَأَنْزَلْنا مِنَ السَّماءِ مَاءً طَهُوراً
“Dialah yang meniupkan angin (sebagai) pembawa kabar gembira dekat sebelum kedatangan rahmat-nya (hujan); dan Kami turunkan dari langit air yang amat bersih”.

Kalau kita memaknai ayat di atas dengan pendekatan tafsir Jalan Lain, maka malaikat jibril yang membawa wahyu dapat kita umpakan seperti angin. Pada ayat tersebut fungsi angin sebagai pembawa kabar gembira. Sedangkan air yang suci mensucikan dapat kita umpamakan ajaran Islam yang terkandung dalam kitab suci al-Quran. Pada ayat di atas al-Quran tidak menyebut air yang turun dari langit itu sebgai air hujan, tapi maan thahura (air suci mensucikan), namun untuk memudahkan akhirnya manusia menyebutnya dengan air hujan (maaus sama’).

Setiap sahabat yang ingin mensucikan dirinya harus memakai air yang dimiliki oleh Nabi yang beliau terima dari Malikat Jibril. Sumber utama dari ajaran Islam ada pada diri Nabi yang telah menyatu dengan al-Quran, sehingga suatu hal yang wajar bila Sayyidah ‘Aisyah r.a ketika ditanya: “bagaimana ahklaq Rasulullah?, beliau menjawab akhlaq Rasulullah adalah al-Quran.

Nah, ketika Rasullah meninggal dunia, air tersebut oleh para sahabatnya disebarluaskan ke seluruh penjuru dunia melalui murid-muridnya yang membentuk seperti pipa saluran air. Pipa ini lah yang kemudian dalam ilmu Hadis disebut dengan sanad (mata rantai). Saluran pipa air itu juga sampai ke Indonesia yang dibangun oleh para ulama (habaib dan kiai) yang dikemudian hari oleh masyarakat setempat disebut dengan Wali Songo. Pipa yang dibangun para wali itu kemudian oleh KH. Hasyim Asyari dikemas dalam bentuk air kemasan yang diberi nama NU (Nahdlutul Ulama). Air kemasan itu kemudian oleh para santrinya dibagi-bagikan ke rumah-rumah warga NU hingga saat ini.

Air yang dialirkan dari sumbernya (Nabi Muhammad) oleh para sahabat ke seluruh penjuru dunia itu selalu bersinggungan dengan tradisi lokal atau budaya baru yang tidak dikenal pada zaman nabi. Dalam ilmu fiqh air yang berbaur dengan tradisi lokal dikenal dengan istilah air yang tercampur oleh benda suci yang terdapat pada pipa saluran, seperti lumut dan ganggang. Air yang semacam ini tetap suci dan mensucikan.

Sedangkan air (ajaran) yang tercampur oleh budaya baru yang tidak dikenal pada masa Nabi dalam ilmu fiqh dapat diumpakan seperti air suci mensucikan yang tercampur oleh benda suci, seperti teh, kopi, dan susu. Selama citra rasa air (ajaran pokok Islam) itu tidak berubah, maka tetap dianggap sebagai air (ajaran Islam) yang suci mensucikan. Contoh salat pakai kopiah dan sarung. Citra rasa salat persis sama seperti citra rasa salat pada zaman Nabi. Contoh lain kesunahan berdzikir yang dikemas dalam bentuk tahlilan. Citra rasa dzikir sama persis dengan citra rasa dizir pada zaman nabi, hanya saja kemasannya yang berbeda. Tradisi tahlilan tidak sampai merusak citra rasa ajaran Nabi.
Islam yang berbaur dengan tradisi lokal, namun tidak sampai merubah citra rasa ajaran pokonya inilah yang ingin diusung oleh Islam Nusantara. Watak Islam yang semacam ini berbeda dengan watak Islam yang diajarkan oleh Wahabi dan NU Garis Lurus yang kaku, galak dan garang.

Secara konseptual, gagasan tentang Islam Nusantara masih umum dan perlu penjabaran lebih rinci serta detail. Di samping itu harus ditinjau dari berbagai sudut pandang agar tidak menimbulkan salah paham di masyarakat umum sehingga dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. (Oleh FT edu)

No comments:

Post a Comment