Menu

Amazon

Lazada

Wednesday 22 July 2015

YUK...KITA BELAJAR DARI MBAH KHALIL BANGKALAN


Saya sangat terkesan dengan sikap Mbah Khalil Bangkalan yang sangat rendah hati. Mendengar Mbah Hasyim pulang dari Makkah dan mengkaji kitab Shakhih Bukhari-Muslim pada saat bulan Ramadhan, beliau yang terkenal sebagai ulama besar dan kharismatik, sekaligus pernah menjadi guru KH. Hasyim Asy’ari meluangkan waktu untuk nyantri Ramadhan (ngaji pasaran) ke Tebuireng karena cinta beliau terhadap pengetahuan.

Sikap dan akhlaq yang semacam inilah yang harus kita tiru. Kalau pemikiran-pemikiran beliau harus kita kembangkan karena kita hidup pada zaman yang berbeda. Mbah Khalil dan Mbah Hasyim hidup pada zaman yang sulit. Wajar kalau mereka merumuskan NU sesederhana mungkin, menyesuaikan dengan kondisi dan pola pikir masyarakat waktu itu.

Seperti halnya dengan Pak Soekarno kala itu. Kalau anda baca buku beliau Di Bawah Bendera Revolusi, pemikiran Soekarno tentang konsep negara sangat sederhana, dan sistematika penulisaannya kurang bagus, kalau kita ukur dengan kondisi sekarang. Hal itu wajar, sebab beliau hidup pada zaman yang sulit.

Sikap saling belajar itulah yang harus kita kedepankan, bukan malah menjelek-jelekkan. “Kita menghujat Wahabi sebagai aliran sesat, tapi cara-cara Wahabi menyesatkan kelompok lain kita pakai untuk menjegal kawan seiring”. Maaf saja, itu lah yang terjadi pada NU Garis Lurus. KH. Maimoen Zuber dibanding-bandingkan dengan KH. Mustofa Bisri. Habib Luthfi dibanding-bandingkan dengan dengan Habib Syekh. Makam Gus Dur disamakan dengan kuburan Qorun. Lah cara-cara yang semacam ini kan akhalaqnya Wahabi yang sedang anda pakai, bukan akhlaqnya Mbah Khalil atau Mbah Hasyim. Beliau semua, Mbah Mun, Gus Mus, Habib Luthfi seorang tokoh masyarakat yang memiliki pengikut masing-masing di masyarakat. Kalau panutan mereka dijelek-jelekin dan dibanding-bandingkan lama-kelaman akan terjadi gesekan di akar rumput.


Jadi kalau saudara-saudara kita yang ada di NU Garis Lurus tidak sepakat atau beda pendapat, taruh kata dengan KH. Sa’id Aqil Siraj, Mas Ulil, atau Mas Zuhairi undang saja mereka berdialog heart to heart. Buat furum kajian rutin membahas isu-isu penting atau pemikiran-pemikiran yang dianggap telah menyimpang dari NU, sebagaimana yang dilakukan oleh KH. Wahab Hasbullah dengan tashwirul afkar-nya. Usahakan pertemuan itu sebagai sarana untuk saling belajar, bukan saling menghujat atau menang-menangan, dan bangga-banggaan. Lagian yang mau kita banggakan itu ya…apa. Wong kita tidak pernah berbuat sesuatu untuk NU, malah kadang-kadang sering ngerepotin NU. Kalau saat diskusi stok ilmu kita memang habis, ya.. kulaan lagi seperti yang dilakukan oleh Mas Karebet ketika kalah tanding dengan Sutawijaya, menantunya sendiri. Itu gak apa-apa. Asal habis dialog kemudian jangan ada dendam. Ini yang tidak boleh karena termasuk debat yang tidak sehat atau mujadalah sayyiah. (Oleh FT edu)

No comments:

Post a Comment