Mungkinkan al-Quran disebut sebagai kitab
yang paling demokratis? Dari sudut mana hal itu dilihat? Benarkah al-Quran
berisi ajaran demokrasi? Demikian pertanyaan yang mungkin berkecamuk dalam
pikiran kita saat membaca judul tulisan di atas.
Adalah KH. Wahid Hasyim yang mengatakan
demikian. Sosok tokoh muda NU yang cemerlang pada masanya dan memiliki masa
depan yang sangat cerah. Salah satu sumber mengatakan kalau seandainya KH.
Wahid Hasyim berumur panjang, beliaulah layak menggantikan Soekarno sebagai
presiden kelak. Namun takdir berkata lain, pada usianya yang sangat muda beliau
telah dipanggil Yang Maha Kuasa, Allahumma irhamhu.
Dalam bukunya Kenapa Saya Memilih Nahdltul
Ulama, KH. Wahid Hasyim mengatakan: “al-Quran
adalah kitab yang paling demokratis”. Islam sebagai agama tidak pernah takut
berdialog dengan kelompok lain yang berbeda dengannya. Beliau menunjukkan salah
satu ayat Al-Quran surat al-Qalam ayat 51 yang berbunyi :
وَإِنْ يَكَادُ الَّذِينَ كَفَرُوا لَيُزْلِقُونَكَ
بِأَبْصَارِهِمْ لَمَّا سَمِعُوا الذِّكْرَ وَيَقُولُونَ إِنَّهُ لَمَجْنُونٌ (القلم
:٥١)
Dan sesungguhnya orang-orang kafir itu
benar-benar hampir menggelincirkan kamu dengan pandangan mereka, tatkala mereka
mendengar Al Qur'an dan mereka berkata: "Sesungguhnya ia (Muhammad)
benar-benar orang yang gila".
Secara tersirat ayat tersebut menunjukkan
bahwa telah terjadi dialog yang panjang antara Nabi dengan orang-orang yang
menentang ajaran-ajaranya. Ayat di atas sekaligus hendak mempertontonkan kepada
umat Islam bahwa Nabi panutannya pernah dituduh gila oleh para lawan-lawannya
setelah mereka kalah dalam adu argumentasi dengan Nabi. Menurut KH. Wahid Hasyim
manusia ketika kehabisan hujjah (argumentasi) bisanya akan mengeluarkan
bahasa kotor dan caci-makian.
Berdasarkan ayat di atas KH. Wahid Hasyim
hendak mengatakan bahwa di satu sisi kita wajib memegang prinsip yang kita
yakini kebenarannya. Sikap semacam ini oleh KH. Wahid disebut dengan kesatria
dan bertanggung jawab terhadap diri sendiri. Namun, disisi lain kita tidak
boleh membabi buta mempertahankan pendapat sendiri dan menolak seluruh pendapat
orang lain yang berbeda dengan pendapat kita. Sikap semacam ini oleh KH. Wahid
disebut dengan fanatik (ta’assub). (Diulas dari buku Mengapa Saya
Memilih Nahdlutul Ulama karya KH. Wahid Hasyim oleh FT edu)
No comments:
Post a Comment