Menu

Amazon

Lazada

Sunday 26 July 2015

YUK..BELAJAR MEMBANGUN KEKUATAN SOSIAL DARI GUS MIEK


Sebelum kita berbicara panjang lebar, pertama-pertama kita harus tahu dulu apa yang dimaksud dengan kekuatan sosial itu? Enaknya ngomong itu begini, bila kita mencalonkan diri sebagi lurah, kok kita menang, berarti kita memiliki kekuatan sosial yang lebih besar bila dibandingkan dengan lawan kita yang kalah. Kekuatan sosial itu harus diupayakan, tidak mungkin datang sendiri. Setiap manusia yang lahir memiliki potensi untuk memiliki kekuatan sosial. Apakah kekuatan sosial itu nanti digunakan untuk merebut kekuasaan, dakwah, atau ekonomi tidak lah relevan untuk dibahas dalam tulisan ini.

Sumber kekuatan sosial itu secara garis besar ada tiga macam:
1. Harta benda;
2. Jaringan sosial (jawa: banyak kenalan);
3. Kekuasaan.
Dengan harta benda seseorang akan menjadi terpandang, dan masyarakat akan lebih banyak mendekat bila dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki harta benda.

Bagi yang tidak memiliki harta benda tidak usah pesimis karena ada sumber kekuatan sosial yang kedua, yaitu jaringan (jawa: kenalan). Dengan jaringan yang luas, seseorang akan lebih mudah memperoleh dukungan atau kemudahan dari masyarakat yang dikenalnya bila dibanding dengan yang tidak memiliki kenalan.

Bila seseorang tidak memiliki harta dan jaringan, masih ada sumber kekuatan sosial yang lain, yaitu kekuasaan. Kekuasaan yang dimaksud di sini adalah kekuasan formal seperti jabatan pemerintahan atau politik, bukan konsep kekuasaan dalam pandangan Michel Foucault. Dengan kekuasaan, orang akan banyak mendekat karena butuh terhadap kekusaan yang melekat pada dirinya. Hal ini berbeda dengan dengan orang yang tidak memiliki kekuasaan.

Gus Miek semenjak lahir sudah miliki kesadaran akan pentingnya membangun kekuatan sosial. Yang menarik dari sosok Gus Miek kekuatan itu tidak beliau bangun dengan harta dan kekuasan, melainkan dengan membuat jaringan sosial seluas mungkin, terutama dengan tokoh masyarakat yang memiliki pengaruh di lingkungannya.

Bahkan dalam “Buku Perjalanan dan Ajaran Gus Miek” dikatakan bahwa upaya untuk membuat jaringan sosial ini sudah beliau mulai sejak usia sembilan tahun. Pada mulanya di Jawa Timur, Gus Miek membangun hubungan erat dengan:
1. KH Mubasyir Mundzir
2. KH. Mas’ud Sidoarjo
3. KH. Hamid Pasuruan

Setelah jaringan di tingkat lokal sudah terbangun, beliau memperluas sampai ke luar daerah, yaitu jawa Tengah. Di Jawa tengah beliau membangun jaringan dengan:
1. KH. Dalhar
2. Mbah Jogoroso
3. KH. Arwani Kudus

Dalam membangung jaringan tentunya tidak mudah. Banyak rintangan dan penolakan dari tokoh masyarakat setempat. Pada masing-masing daerah pasti ada hambatan. Di Jawa Tengah beliau pada mulanya memiliki hambatan dengan:
1. KH. Dalhar
2. Muslih Mranggen
3. KH. Hamid Kajoran

Sedangkan di Jawa Timur, Gus Miek memiliki hambatan dengan:
1. KH. Mahrus Aly
2. KH Ahmad Sidik

Hambatan biasanya berupa penolakan yang disebabkan oleh:
1. Tidak adanya saling kenal
Dalam hal ini kaidah sosial yang mengatakan: “tak kenal maka tak sayang berlaku”. Contoh KH. Ahmad Sidik yang pada mulanya tidak begitu kenal dengan dengan sosok Gus Miek sehinga keduanya belum ada titik temu.

2. Perbedaan pendapat
Perbedaan pendapat atau pandangan akan menyebabkan seseorang tidak memberikan dukungan terhadap orang lain. Hambatan Gus Miek dengan KH. Mahrus Aly disebabkan oleh perbedaan pendapat dalam soal aliran Wahidiyah. Dalam buku Perjalanan dan Ajaran Gus Miek dijelaskan bahwa Gus Miek dan KH. Mubasyir Mundir ikut membantu membesarkan ajaran Wahidiyah yang didirikan oleh KH. Abdul Majid Kedunglo. Sikap Gus Miek yang mendukung terhadap berdirinya aliran Wahidiyah, langsung mendapat reaksi keras dari KH. Mahrus Aly yang memang waktu itu sangat menentang terhadap aliran tersebut.

Hambatan dengan KH. Ahmad Sidik disebabkan oleh sikap-sikap Gus Miek yang kadang-kadang tidak sesuai dengan ajaran agama (hukum fiqh). Dan kita tahu bahwa KH. Ahmad Sidiq dan KH. Mahrus Aly, keduanya adalah tokoh NU yang memiliki pengaruh yang sangat luas.

Yang menarik adalah bagaimana Gus Miek mengatasi hambatan-hambatan tersebut. Dalam mengatasi hambatan-hambatan tersebut Gus Miek tidak menempuh jalan konfrontasi, seperti yang dilakukan oleh NU Garis Lurus yang kadang-kadang bersikap ngawur. Gus Miek lebih menempuh jalan diplomasi dan lobi dalam mengatasi setiap hambatan.

Untuk mengatasi hambatan dengan KH. Ahmad Sidiq, Gus Miek menjalin hubungan dekat dengan KH. Hamid Pasuruan yang masih ada hubungan saudara dengan KH. Ahmad Sidik, sekaligus orang yang sangat dihormatinya. Ternyata usaha itu berhasil, sehingga KH. Ahmad Sidik dengan Gus Miek ada titik temu. Akhirnya berlaku lah kaidah sosial yang mengatakan “bila anda gagal mendekati seseorang, maka dekatilah ia lewat orang yang dicintai atau dihormati”.

Setrategi di atas juga dilakukan oleh Gus Miek di Jawa Tengah dengan varian-varian yang berbeda. Untuk membagun jaringan sosial yang cepat serta meluas, Gus Miek membidik tokoh sentral yang ada di Jawa Tengah. Menurut pengamatan beliau, tokoh sentral itu ada pada diri KH. Dalhar. Dengan susah payah Gus Miek mencari cara untuk mendekati Kyai Dalhar. Cara yang ampuh menurutnya adalah dengan menjadi Muridnya. Akhirnya Gus Miek mengajukan diri untuk menjadi murid KH. Dalhar Watu Congol. Dari KH Dalhar inilah kemudian tokoh-tokoh lain, seperi Mbah Jogoroso, KH Ashari, Gus Mad putra KH. Dalhar, KH. Mansur dan KH Arwani Kudus dapat terjangkau oleh Gus Miek, sehingga kaidah sosial yang mengatakan: “Bila anda ingin memindah sarang tawon, cukup anda ambil ratunya, maka yang lain akan ikut”.

Apa yang dapat kita petik dari kisah Gus Miek di atas? Pertama; untuk mewujudkan sebuah misi atau cita-cita hindarilah sikap konfrontasi dengan orang yang memiliki pandangan berbeda dengan kita. Anggaplah perbedaan sebagai semangat untuk lebih memperluas jaringan. Kaidah sosial yang mengatakan: “lebih baik memperluas jaringan (network) dari pada capek berkonfrontasi dengan orang yang berbeda pandangan" harus lah dipegang teguh.

Kedua, jangan putus asa untuk berusaha mencari titik temu dengan orang-orang yang berbeda pandangan atau pendapat. Mungkin saja mereka menolak karena tidak mengenal kita. Ketiga; Gus Miek membangun kekuatan sosialnya dengan kemampuan dirinya sendiri, bukan karena kebesaran keluarganya (keramat gandul). Kempat; Gus Miek adalah sosok pekerja keras, ulet, dan sabar dalam merealisasikan apa yang dicita-citakannya. (Diulas dari buku Perjalanan dan Ajaran Gus Miek Oleh FT edu)

No comments:

Post a Comment