Menu

Amazon

Lazada

Sunday 5 July 2015

DEFINISI DAN OBJEK USHUL FIQH MENURUT MADZHAB SYIAH


Menurut Abu Ja'far Ath-Thusi ushul fiqh adalah dalil fiqh. Berbicara tentang ushul fiqh, berarti berbicara tentang hukum wajib, sunnah, mubah, dan yang lainnya. Tapi membahas ushul fiqh tidak otomatis membahas tentang masalah fiqh yang furu'iyah (cabang). Ushul fiqh hanya mebahas dasar-dasar fiqh, bukan masalah fiqh yang bersifat spesifik. Sekalipun demikian tidak berarti tanpa ushul fiqh ilmu fiqh tidak dapat dikuasai. Jika demikian adanya, maka ilmu ushul fiqh harus membahas tentang adanya pencipa, sifat-sifatnya, kenabian, dan lain-lain.[1]

Menurut Sayyid Murtadlo dalam kitabnya Ad-Dari'ah, ushul fiqh adalah ilmu yang membahas bagaimana sebuah dalil menunjukkan terhadap hukum yang bersifat umum, bukan terperinci.[2]

Menurut Thabaththaba'i dalam kitabnya Khasyiah Al-Kafiyah, ushul fiqh adalah ilmu yang membahas tentang kaidah yang ditetapkan oleh ahli logika yang dijadikan sebagai sarana penggalian hukum Islam. Karena tujuan utama dibukukannya ilmu ushul fiqh sebagai sarana untuk menggali hukum Islam, maka pembahasannya tidak akan jauh-jauh dari tujuannya tersebut, sekalipun dalam kenyataannya lebih meluas dari itu.[3]

Dalam pendahuluan kitabnya, Al-Uddah fi Ushulil Fiqh, Ath-Thusi mengatakan bahwa ushul fiqh adalah ilmu yang sangat penting karena seluruh hukum Islam dibangun di atasnya. Pengetahuan tentang hukum Islam tidak akan sempurna bila tidak mengetahuai dali-dalinya. Ahli fiqh yang tidak mengetahui dasar-dasar hukum, dia akan disebut dengan muqallid (orang yang taklid) dan tukang kisah hukum, bukan orang yang alim.[4]

Sumber dalil ushul fiqh, menurut Abu Ja'far Ath-Thusi, berasal dari khitab (pesan keagamaan). Bagaimana sebuah khitab (pesan keagamaan) menetapkan sebuah perintah, atau bagaimana sebuah khitab (pesan keagamaan) menjadi sarana bagi sebuah perintah.[5]

Khitab (pesan keagamaan) menurut Abu Ja'far Athusi adalah ungkapan yang memiliki beberapa aspek. Oleh karenanya tidak semua ungkapan dapat disebut dengan khitab. Berbicara tentang khitab berarti berbicara tentang dalil-dalil hukum yang berasal dari al-Quran dan sunnah yang meliputi:
1.  Pembahsan tentang perintah (amr) dan larangan (nahy);
2. Pembahsan tentang ungkapan yang bersifat umum (aam) dan khusus (khas);
3. Pembahsan tentang ungkapan yang bersifat mutlak (muthlaq) dan yang terdefinisikan (muqayyad);
4. Pembahasan tentang nasakh (pembatalan hukum) dan mansukh (ayat yang dibatalkan hukumnya);

Sedangkan kajian yang berkaitan dengan penetapan khitab sebagai dalil hukum hanya ada satu, yaitu pembahasan tentang khabar (berita-berita yang berkaitan dengan sumber bukum Islam), dan macam-macamnya khabar.

Sedangkan pembahasan yang berkaitan dengan objek khitab adalah pembahasan tentang hukum perbuatan manusia.

Menurut Abu Ja'far Athusi sebagian ulama ada yang berpendapat bahwa ijma', qiyas, Ijtihad, kriteria seorang ahli fatwa dan orang yang memohon fatwa, halal, dan haram merupakan bagian dari pembahasan ilmu ushul fiqh. Namun pandangan madzhab syiah tidak sepakat pendapat semacam itu. Menurut madzhab Syi’ah Ijma’ hanya bisa dijadikan sumber hukum, bila berasal dari golongan yang ma’sum (terjaga dari kesalahan). Madzhab syi’ah meyakini bahwa dalam Ijma tidak boleh ada kekeliruan. Menurut madzhab syiah dalam sepanjang waktu ijmak akan selalu ada. Hal ini dapat dipahami dengan akal, bukan dengan dalil. Oleh karenanya menurut Ath-Thusi masalah ijma’ tidak masuk dalam pembahasan ilmu Ushul fiqh.

Sedangkan masalah Ijtihad, kata Ath-Thusi, menurut Madzhab syi’ah tidak dapat dijadikan sebagi salah satu dalil dalam pengambilan hukum, bahkan ijtihad dilarang dalam madzhab syi’ah.

sedangkan masalah kriteria seorang ahli fatwa dan orang yang memohon fatwa syiah memiliki kriteria sendiri dalam hal ini.

Masalah halal dan haram, kata Ath-Thusi, dalam pandangan madzhab syi’ah dan juga sebagian besar golongan yang tidak sejalan dengan syiah, dapat dipahami dengan rasio, oleh karenanya tidak masuk dalam pembahasan ilmu ushul fiqh.[6] (Diulas dari Sumber Kitab Ushul Fiqh Sy'iah oleh FT edu)




[1]. Abu Ja’far Muhammad bin Hasan At-Thusi, Al-Uddah fi Ushulil Fiqh, cet. Muhsin Karim, tp.th, hal : 14
[2]. Abul Qasim Ali bin Husain al-Musawi, Ad-Dari'ah, tp.th, hal :7
[3]. Ayatullah Sayyid Muhammad Husain Thabththaba’I, Khasyiah Al-Kafiyah, tp.th, hal: 14
[4]. Abu Ja’far Muhammad bin Hasan At-Thusi, Al-Uddah fi Ushulil Fiqh, cet. Muhsin Karim, tp.th, hal : 4
[5]. Abu Ja’far Muhammad bin Hasan At-Thusi, Al-Uddah fi Ushulil Fiqh, cet. Muhsin Karim, tp.th, hal: 30
[6]. Abu Ja’far Muhammad bin Hasan At-Thusi, Al-Uddah fi Ushulil Fiqh, cet. Muhsin Karim, tp.th,  hal: 8

No comments:

Post a Comment