Menu

Amazon

Lazada

Wednesday 22 July 2015

DASAR KEHIDUPAN BERMASYARAKAT MENURUT ASWAJA DALAM PANDANGAN GUS DUR (SEBUAH INTERPRETASI)


Yang dimaksud dengan dasar-dasar umum disini adalah rangkaian pandangan yang berkenaan dengan sendi kehidupan bermasyarakat, baik yang bersifat ideologis, maupun orientasi kehidupan, dan seperangkat nilai yang melandasi kebidupan bermasyarakat.

Jadi jelasnya itu begini. Manusia adalah makhluk sosial. Ia tidak bisa memenuhi kebutuhan sendiri tanpa melibatkan orang lain. Padahal orang lain itu beragam. Masing-masing orang memiliki pandangan tentang dunianya dimana dia berada, seperti pandangan tentang agama (Islam, Kristen, Hindu, Budha, Konghucu), ideologi (agama, nasionalis, sosialis) yang kesemuanya itu berbaur dalam satu kehidupan yang disebut dengan tata kehidupan masyarakat.
Nah Gus Dur mendata seperangkat nilai yang melandasi kehidupan masyarakat Aswaja itu meliputi :
1. Pandangan manusia dan tempatnya dalam kehidupan
Pandangan tentang manusia kalau kita tarik pada ranah teologis (faham Asy’ariyah dan al-maturidiyah) terkait dengan konsep qadla’ dan qadar. Tapi pembahasan qadla’ dan qadar disini tidak lagi terfokus pada Tuhan, sebab itu masuk dalam wilayah kajian telogis murni, semua manusia meyakini kalau Tuhan itu maha kuasa. Gus Dur menginginkan konsep teologi Asy’ariyah dan al-Maturidiyah tentang qadla’ dan qadar harus itu ditarik ke dalam wilayah kehidupan masyarakat. Konsep teologi Asya’ariyah tidak hanya sebagai dasar keimanan (akidah murni), melainkan sebagai dasar dalam kehidupan bermasyarakat (akidah sosial). Konsep teologi Asy’ariyah dan al-Maturidiyah tentang qadla’ dan qadar telah memberikan tempat yang sangat tinggi kepada manusia dalam tata kehidupan alam semesta. Menurut Asy’ariyah adan al-Maturidiyah manusia memiliki kebebasan, tapi kebebasan manusia dibatasi oleh kekuasaan Tuhan. Konsep tersebut kalau kita jadikan sebagai akidah sosial, maka akan melahirkan sikap saling menghormati kepada sesama manusia, tanpa melihat suku, ras, dan agama, sebab Allah telah memberikan kebebasan kepada manusia untuk menentukan nasibnya sendiri. Lah wong Tuhan tidak memaksa manusia, malah kita memaksa kepada sesama. Apa sikap yang semacam ini tidak disebut telah melampui hak prerogatif Tuhan? Mungkin benar kata orang: “Ajudan jenderal kadang-kadang lebih kejam dari jenderalnya, hehehehe….

Pemaknaan terhadap konsep akidah Asy’ariyah dan al-Maturidiyah di atas jauh berbeda dengan yang dilakukan oleh NU Garis Lurus. Mereka menjadikan teologi Asy’ariyah dan al-Maturidiyah sebagai alat ukur. Ikhwanul Muslimun diukur apakah dia Aswaja atau tidak? Akhirnya lama-lama mereka jadi tukang ukur. Yang lebih lucu lagi mereka memapaparkan dasar argumentasinya dari teks Arab yang mereka kutip dari satu kitab tertentu, namun terjemahannya mbulet susah dimengerti.


Jadi kalau mematahkan argumentasi NU Garis Lurus tidak usah melalui Pesantren Ciganjur, cukup pojokannya saja hehehehe….Nanti kita sambung lagi. (Diulas dari Buku Islam Kosmiopolitan karya KH. Abdurrahman Wahid oleh FT edu)

No comments:

Post a Comment