Judul di atas mungkin terkesan aneh
karena mengaitkan Islam Nusantara yang lagi ramai diperbincangkan dengan salah
satu Bab thaharah (bersuci) yang ada dalam ilmu fiqh. Tapi ini sangat membantu
dalam memaknai istilah Islam Nusantara bagi orang awam seperti saya.
Dalam bab thaharah (bersuci) air adalah
salah satu alat yang dipakai untuk menghilangkan najis dan hadas selain debu.
Dalam kitab-kitab fiqh enam madzhab (Syiah, Hanafiyah, Malikiyah, Syafi’iyah,
Hanabilah, Dhohiriyah) hampir semuanya membagai air menjadi tiga, yaitu air
suci mensucikan, air suci tidak mensucikan, dan air najis.
Air suci yang mensucikan biasanya disebut
dengan air mutlak, yaitu air yang namanya tidak terikat dengan nama lain, seperti
air sumur, air hujan, air sungai. Kita ambil contoh air sumur sekalipun
disandarkan pada kata sumur, tapi ketika air tersebut dipindah ke bak mandi
akan disebut dengan air bak mandi, bukan air sumur. Ketika dipindah ke kolam
renang tidak lagi disebut dengan air sumur, melainkan air kolam renang demikian
seterusnya.
Hal ini berbeda dengan air suci yang
tidak mensucikan yang salah satu macamnya adalah air yang namanya terikat
dengan nama lain, seperti air mawar, air jeruk. Air air jeruk dipindah ke tempat
manapun, dia akan tetap disebut dengan air jeruk. Demikian juga dengan air
mawar. Air yang semacam ini menurut Madzhab Syiah dan Malikiyah disebut dengan
air mudlaf (air yang namanya disandarkan kepada nama lain).
Termasuk air yang suci tidak mensucikan
adalah air yang suci mensucikan tapi tercampur oleh benda suci lain sehingga
salah satu sifat dasarnya (bau, rasa, dan warna) berubah, seperti air teh dan
air kopi.
Dikecualikan dari ketentuan di atas
adalah air yang berubah salah satu sifat dasarnya oleh benda suci yang selalu
menyandinginya. Seperti air sungai yang berubah warnanya sebab lumpur, air
sumur yang baunya berubah sebab lumut. Lalu macam-macam air di atas dalam
kaitannya dengan Islam Nusantara apa???
Islam sebagai nama tidak ada yang mutlak.
Seperti halnya air tidak ada yang bersifat mutalk “air saja” tanpa terkait
dengan asalnya. Islam sebagai nama akan selalu bersanding dengan nama atau
lokasi dimana Islam itu tumbuh dan berkembang. Islam sebagai ajaran juga selalu
berinteraksi (dalam bahasa Gus Dur berdialog) dengan budaya dimana Islam itu
dihadirkan, diyakini, dan dijadikan sebagai pandangan hidup.
Islam yang berinterakasi dengan budaya
dimana ia dihadirkan nasibnya sama sebagaimana air yang tercampur oleh benda
suci. Bila benda suci yang mencampurinya tidak sampai merubah salah satu sifat
dasarnya, maka air tersebut tetap dianggap suci mensucikan. Benda suci yang
mencampuri Islam itu apa???
Benda suci yang mencampuri Islam adalah
budaya lokal yang tidak bertentangan dengan ajaran dasar Islam, seperti salat
pakai kopiyah, pakai sarung, pakai celana jean dan lain-lain. Semua itu adalah
benda suci dari budaya lokal yang berbaur dengan ajaran Islam, namun sifat dari
ajaran Islam tidak berubah sebab pakai sarung atau celana jean.
Hal di atas akan berbeda bila benda suci
dari budaya itu mencampuri ajaran Islam sampai merubah sifat dasarnya. Seperti
adzan pakai bahasa Jawa sambil diiringi gamelan. Salat dengan bahasa nasional
sambil diiringi dengan drum band. Hal-hal yang semacam ini akan merubah watak
dasar dari ajaran Islam, dan tentunya tidak diperbolehkan. (Oleh FT edu)
No comments:
Post a Comment