Satu hal lagi yang menarik dari NU Garis
Lurus adalah dalam hal metode penulisan, dan gaya bahasa yang dipakai. Tapi
saya akan menyoroti salah satu artikel saja dalam hal metode penulisannya.
Terus terang saja saya awam dalam hal aturan penulisan, hanya saja bedanya saya
gak mengatakan kalau sunni itu syafi’i murnia saja..hehehe…..Untuk menyingkat
waktu langsung saja kita ke TKP hehehhe….
Dalam salah satu artikelnya, ada tema
yang menarik menurut saya, yaitu ketika menulis tentang sosok Mbah Mangli yang
dianggapnya sebagai Wali Asli dan Gus Dur sebagai Wali Palsu. Saya gak begitu
tertarik untuk membicarakan apakah Mbah Mangli atau Gus Dur itu seorang wali
atau bukan, karena saya tidak kompenten di bidang itu. Selama ini saya meyakini
kalau beliau berdua adalah manusia yang baik gitu aja, tidak kurang-tidak
lebih.
Tapi yang ingin saya soroti adalah metode
pemaparan dan penulisan. Sekalipun artikel itu membahas tentang sosok tokoh
Mbah Mangli, tapi di akhir cerita endingnya membandingkan, serta gaya bahasa
yang dipakai layaknya seorang juri. Bila NU Garis Lurus memposisikan diri
sebagai tukang Juri Wali, kalau saya boleh menyarankan informasi dari dua tokoh
yang akan diperlombakan kewaliannya (saya yakin Mbah Mangli, Allahumma irkhamhu,
gak bakalan mau dibanding-bandingkan) harus berimbang atau dalam istilah
jurnalistik Cover Both Sides, apa itu Cover Both Sides? Tanya saja ama Wali
Google, hehehe…pasti dikasih tahu. Cara menginformasikan kandidat yang hendak
diperlombakan tidak dengan menceritakan Mbah Mangli beribu-ribu digit di awal
tulisan, kemudian memberi kesimpulan di akhir tulisan: “ini wali asli dan itu
wali palsu”. Kalau ditanya dasarnya apa cung…? karena Mbah Mangli tidak ikut
ama Gus Dur waktu mendirikan partai sehingga layak disebut wali asli. Secara mantiqi
ini pengambilan kesimpulan yang false. Gaya penulisannya jumping
karena antar paragraf tidak coherence. Orang awam seperti saya akan
bingung saat mebacanya, dan melihatnya lucu gitu,heheheheh….
No comments:
Post a Comment