Menu

Amazon

Lazada

Friday 3 July 2015

SUMBER HUKUM ISLAM MENURUT IBNU HAZM




Menurut Ibnu Hazm agama Islam ajran-ajarannya sudah baku. Bagi siapapun tidak boleh mengambil dalil kecuali dari al-Quran atau hadis Nabi yang sahih, entah hadis itu diriwayatkan oleh keseluruhan ulama, atau hanya sekelompok ulama saja yang mengutip dari Nabi secara utuh, atau diriwayatkan oleh perorangan yang mata rantainya sampai kepada Nabi. Hanya kedua sumber itulah yang dapat dijadikan rujukan bagi hukum Islam, bukan yang yang lain. Dalam hal ini Allah berfirman :

وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى . إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَى (النجم : ٣-٤)

“Dan tidaklah yang diucapkannya itu (Al Qur’an) menurut keinginannya. Tidak lain (Al Qur’an itu) adalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya)”.

اتَّبِعُوا مَا أُنْزِلَ إِلَيْكُمْ مِنْ رَبِّكُمْ وَلا تَتَّبِعُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِياءَ قَلِيلاً مَا تَذَكَّرُونَ (الأعرف:٣)

“Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya. Amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran (daripadanya)”.


الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلامَ دِيناً (المائدة : ٣)

“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Bila ada perbedaan pendapat dalam ayat al-Quran, atau hadis sakhih, atau pertentangan makna antara hadis sakhih dengan ayat Al-Quran, maka menurut Ibnu Hazm ayat atau hadis yang maknanya bertentangan itu wajib dipakai semua. Sebab menurutnya patuh terhadap kedua dalil yang maknanya bertentangan hukumnya sama, yaitu wajib. Tidak boleh bagi seseorang meninggalkan satu ayat, dan memakai ayat yang lain selama kita mampu untuk melaksanakannya. Bila kedua dalil itu tidak mampu untuk dilaksanakan semuanya, maka harus memilih dalil yang makna hukumnya lebih banyak, karena itu yang lebih diyakini wajibnya.

Menurut Ibnu Hazam tidak boleh bagi seseorang meninggalkan sesuatu yang sudah diyakini kebenarannya, dan mengambil sesuatu yang masih berupa asumsi. Dalam pandangan Ibnu Hazm sudah tidak ada kejanggalan lagi dalam ajaran agama, karena Allah telah menegaskan :

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلامَ دِيناً (المائدة : ٣)

Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”


وَنَزَّلْنا عَلَيْكَ الْكِتابَ تِبْياناً لِكُلِّ شَيْءٍ وَهُدىً وَرَحْمَةً وَبُشْرى لِلْمُسْلِمِينَ (النحل:٨٩)


“Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri”. (Diulas dari kitab Al-Mukhalla karya Ibnu Hazm oleh FT edu).

No comments:

Post a Comment